Kamis, 10 Juni 2010

MARIA RATU PARA RASUL, RATU UMAT BERIMAN

By Fidel Wotan

Kita meyakini bahwa Maria adalah sosok yang penuh keibuan, lemah-lembut dan begitu dekat kita. Kehadiran seorang ibu dalam keluarga tentu kita rasakan bersama dan mungkin saja setiap kita mengalami pengalaman yang berbeda-beda. Seorang ibu yang baik bagi anak-anak tentu ibu yang tahu apa yang menjadi kebutuhan anak-anaknya, dan juga kebutuhan dalam rumah tangganya. Ibu yang baik adalah ibu yang selalu memberi diri bagi anak-anak, apapun kebutuhan anaknya pasti dia akan segera melayani atau memenuhinya. Pengalaman kita sendirilah yang bisa membuktikan semuanya ini, bapa-ibu saudara-saudarai, para konfrater pun pasti mengalami kebaikan hati dari ibunda tercinta.

Bacaan Kis 1:12-14, mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kedekatan hati antara Maria dan para murid Yesus samaseperti kedekatan ibu dan anak. Sebetulnya kedekatan Maria dan para rasul ini bukan baru terjadi setelah kebangkitan tetapi sesungguhnya sudah sejak Yesus berada bersama-sama dengan mereka sebelum kebangkitan. Peristiwa kebangkitan Yesus itu sebetulnya menjadi momen yang tepat bagi Maria dan para murid Yesus untuk semakin meneguhkan dan menguatkan iman mereka, terutama iman akan kebangkitan Yesus, Guru dan sahabat mereka dan momen pengharapan akan kedatangan Roh Kudus, Roh yang dijanjikan Yesus.
Menarik bahwa para murid yang dalam beberapa hari setelah kebangkitan Guru mereka mau menyatukan hati mereka bersama untuk bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus. Keinginan mereka untuk berkumpul bersama di dalam sebuah ruangan, yang disebut dalam teks Kis sebagai ’ruang atas’ tidak hanya sekedar berkumpul untuk bersenang-senang, untuk sekedar ramai-ramai, melainkan sebuah perkumpulan dalam rangka menantikan janji Yesus, yakni Roh Kudus dan Yesus sendiri telah menegaskan hal ini bahwa setelah kenaikanNya ke Surga, ia akan mengutus Roh Penghibur, yakni Roh Kudus.

Perkumpulan Maria dan para rasul ini pada dasarnya merupakan cerminan atau model bagi kita sebagai umat Allah yang dipanggil untuk juga bertekun sehati, sejiwa dalam doa-doa di dalam keluarga kita, di lingkungan, dan juga di dalam paroki kita sendiri. Namun pertanyaan mendasar untuk kita renungkan sekarang adalah, apakah kita juga, sebagai umat Allah dewasa ini selalu mau menyatukan hati kita untuk berdoa bersama, apakah kita sungguh-sungguh meluangkan waktu, menyempatkan diri di tengah-tengah kesibukan kita, di tengah-tengah rutinitas kita, entah sebagai pegawai, ibu rumah tangga, mahasiswa, mahasiswi untuk berkumpul bersama di lingkungan ini pada hari atau waktu yang telah disepakti bersama, untuk datang dan berdoa bersama atau pun melakukan kegiatan-kegiatan rohani lainnya secara bersama?
Kita boleh-boleh saja berkumpul bersama untuk berdoa, atau pun untuk melakukan kegiatan rohani lainnya dalam keluarga dan lingkungan kita, namun rasanya belum lengkap kalau MARIA tidak kita ikutsertakan di dalamnya. Kalau kita berkumpul bersama sebagai umat Allah, maka kita tidak bisa melepaskan Maria sebagai bagian yang penting dari persekutuan kita. Maria bukan hadir secara kebetulan dalam ruang atas bersama-sama dengan murid-murid Yesus. Ia menjadi jantung dari pengharapan dan doa-doa mereka yang menantikan kedatangan Roh Kudus. Para rasul pada dasarnya sudah menyadari sungguh bahwa kehadiran MARIA begitu penting bagi mereka pertama-tama karena Maria sudah sejak awal dipilih Allah menjadi Ibu yang melahirkan Yesus, Guru mereka, Ibu yang sudah menjalankan peran kebundaannya ketika tuan pesta kekurangan anggur, Ibu yang dengan setia sampai akhir mengikuti jalan Salib Putranya dan yang dipercayakan Putranya untuk menjadi ibu mereka yang pada gilirannya menjadi Ibunda Gereja Ibunda kita semua umat beriman (bdk. Yoh 19:25-27).
Saudara-saudara, beberapa minggu lagi, kita akan merayakan Pentekosta, saat di mana Roh Kudus yang dijanjikan Yesus kepada para muridNya itu turun. Kalau kita merenungkan bacaan pada malam hari ini, maka sebetulnya saat ini pula bersama dengan MARIA dan para rasul kita sudah sedang menantikan datangnya Roh Kudus. Namun pertanyaan kita, apakah kita sungguh menyadari bahwa sekarang kita sedang berkumpul dan berdoa bersama Maria atau tidak?


PENTEKOSTA itu tidak pernah selesai, karena Pentekosta itu selalu terjadi setiap saat, setiap hari dalam hidup kita. Pentekosta bagi kita umat kristiani merupakan saat di mana turunnya ROH KUDUS untuk membaharui lagi semangat komunitas gerejawi yag sedang berkumpul. Pentekosta dalam arti ini, saudara-2 harus kita imani, kita yakini dan kita refleksikan sebagai sebuah pengalaman perubahan radikal dalam hidup pribadi para rasul yang mengarah ke semangat yang berkobar-kobar untuk memberi kesaksian. Namun kita pun harus ingat itu tidak berhenti pada masa para rasul di Yerusalem, tetapi terus berlangsung sampai sekarang dan di sini, hari ini. Pentekosta dengan demikian baru dimulai dan memang belum pernah selesai sampai kedatangan Kristus yang kedua kalinya dalam kemuliaan untuk menyatukan segala sesuatu di Surga dan di bumi sehingga menjadi segala bagi semua (1 Kor 15:28).
Menarik bahwa dalam menantikan kedatangan RK, para rasul tidak sendirian, tetapi selalu ditemani MARIA. Dari sebab itu, pengalaman kehadiran bersama MARIA dalam hal apapun mestinya tidak boleh kita abaikan, MARIA harus selalu kita libatkan dalam hidup kita karena Dialah yang memungkinkan Roh Kudus itu hadir dan berkarya. MARIA bukan hadir secara kebetulan dalam Gereja. Ia sudah berperan penting dalam rencana keselamatan Allah.
Kita tidak bisa menantikan kedatangan Roh Kudus tanpa menyiapkan hati kita untuk berdoa bersama dalam lingkungan ini. Bagaimana kita mau menantikan kedatangan Roh itu, kalau kita sendiri tidak mau diajak untuk berkumpul bersama guna berdoa bersama, bagaimana kita mau mengharapkan kehadiran Roh Kudus dalam hidup kita kalau kita sendiri tidak mau mengikutsertakan MARIA dalam hidup kita, tidak mau membuka diri bagi MARIA dan meneladani cara dia berdoa. Oleh karena itu, kalau kita mau menantikan Roh itu, maka kita perlu juga meneladani bagaimana MARIA berdoa, yakni ia berdoa dengan tekun dan penuh pengharapan samaseperti yang telah kita lihat dalam bacaan tadi. Pertanyaan kita, apakah sampai saat ini kita semua mau membiarkan MARIA sebagai Ibu hadir dalam hidup kita, membiarkan dia menemani kita dalam suka-duka hidup kita dan menyertakan Dia dalam seluruh perjalanan hidup kita untuk menjadi anak-anak Allah yang selalu setia, taat dan percaya kepada Kristus dan Roh yang dijanjikanNya untuk menghibur dan membakar semangat kita dalam memberi kesaksian di tengah-tengah kehidupan kita. Semoga pengalaman para rasul dan MARIA ini menjadi jiwa dan semangat hidup kita sehari-hari.



Malang 24 April 2010
Fidel, smm

Tidak ada komentar: