Kamis, 10 Juni 2010

IDEALISME MENJADI PEMIMPIN PELAYAN

Idealisme Menjadi Pemimpin Pelayan
(Fidel, SMM)


I. Pengantar
Salah satu ciri khas yang ditekankan Konsili Vatikan II dalam hal kepemimpinan adalah kepemimpinan sebagai pelayanan. Dalam arti ini, kepemimpinan yang dipahami dan dihayati adalah bukannya sebagai status, jabatan, kehormatan, gengsi, karier yang mengangkat pamor seseorang, melainkan sebagai penugasan penuh tanggungjawab. Karakter kepemimpinan seperti ini menurut hemat saya merupakan sebuah cita-cita, idealisme bagi orang yang ingin mengabdikan dirinya bagi orang lain. Idealisme ini tampak mengagumkan, namun menjadi seorang pemimpin yang berjiwa melayani pada dasarnya tidak mudah, apalagi itu harus mengurbankan banyak hal.

II. Arti Kepemimpinan
Menurut Mohammad Rosiman, kepemimpinan tidaklah dikhususkan bagi segelintir orang yang duduk di puncak perusahaan-perusahaan, dunia pemerintahan atau lembaga institusi formal. Dan kesempatan-kesempatan untuk memimpin pun tidak pula hanya muncul di panggung-pangung tempat orang bekerja. Setiap orang dapat menjadi pemimpin dalam setiap hal yang ia lakukan, dalam kerjanya, dalam hidupnya sehari-hari, ketika mengajar orang lain atau belajar dari mereka. Menjadi seorang pemimpin di sini pertama-tama bukan sekedar memimpin orang lain, akan tetapi terlebih dahulu orang perlu memimpin dirinya sendiri. Jadi dalam arti ini, menurut Rosiman, penting bagi seseorang pemimpin mendedikasikan waktunya tidak hanya untuk memahami orang lain, tetapi terlebih dahulu memahami diri sendiri: apa nilai-nilai yang dianutnya (misalnya: kejujuran, kerja sama, tanggung jawab), apa kelemahan dan kelebihannya, apa minatnya, apa tujuannya dalam hidup, apa yang diperjuangkannya. Hanya dengan demikian, kepemimpinan seseorang akan semakin efektif dan berbobot.

III. Profil seorang Pemimpin Pelayan
Ada banyak teori tentang tipe kepemimpinan sebagai pelayanan, namun saya hanya mengambil teori yang digagas oleh Larry Spears dan yang kemudian dikembangkan oleh Greanleaf. Berbicara tentang kepemimpinan pelayanan itu berarti menyoal karakternya, ciri khasnya dan aplikasinya. Pertanyaan kita, apa saja yang menjadi karakternya. Larry spears menyebut sepuluh karakter kepemimpinan pelayanan yang dikembangakan secara mendalam oleh Greanleaf. Karakter-karakter tersebut dibagi menjadi tiga bidang, yakni:

A. Tanggung jawab Menyeluruh (Overall responsibility), meliputi:
1. Stewardhip
Pemimpin pelayan adalah seperti seorang pelayan, dia harus memiliki kemampuan untuk melayani dan terutama komitmen untuk melayani kebutuhan orang lain.
2. Commitment to the growth of people
Pemimpin pelayan percaya bahwa manusia memiliki nilai intrinsic yang melampaui kontribusi mereka sebagai pekerja. Dalam arti ini, pemimpin pelayan berkomitmen pada pertumbuhan pada masing-masing dan setiap pribadi dalam lembaganya.
3. Building Community
Pempimpin pelayan melihat bahwa komunitas sejati bisa diciptakan di kalangan mereka yang bekerja dalam bisnis dan lembaga lainnya. Yang diperlukan untuk membangun kembali komunitas sebagai bentuk kehidupan yang bisa dihayati bagi banyak orang adalah sejumlah pemimpin pelayan yang memperlihatkan jalan, bukan dengan gerakan massa, melainkan pempin pelayan memperlihatkan kemampuan tanggungjawabnya yang tak terbatas untuk kelompok yang terkait dengan komunitas khusus.

B. Sikap (Attitude), meliputi:
1. Empathy: pemimpin pelayan berusaha keras memahami dan berempati kepada orang lain. Orang perlu diterima dan diakui dengan keunikan dan kekhususan mereka.
2. Healing: belajar untuk menyembuhkan merupakan kekuatan bagi transformasi dan integrasi salah satu kekuatan besar kepemimpinan pelayan adalah kemampuan untuk memulihkan diri sendiri dan orang lain. Banyak orang yang patah semangat dan menderita sebagai penderitaan emosional. Seorang pemimpin pelayan mengakui bahwa mereka mempunyai kesempatan untuk memulihkan kesehatan orang-orang yang berelasi dengan mereka.

C. Kemampuan Manajerial, meliputi:
1. Listening: pemipin pelayan adalah orang yang bisa mendengarkan orang lain. Di sini ia berusaha memahami dan mendengarkan apa yang dikatakan dan tidak dikatakan. Mendengarkan juga melampaui usaha-usaha memahami suara hatinya sendiri, serta memahami apa yang dikomunikasikan oleh tubuh, jiwa, dan pikiran
2. Awareness: Kesadaran, khususnya kesadaran diri memperkuat pemimpin pelayan. Kesadaran membantu seseorang memahami persoalan etika dan nilai-nilai. Kesadaran membantu orang agar dapat melihat persoalan-persoalan dengan lebih baik.
3. Persuasion: Karakter ini menyangkut kemampuan untuk meyakinkan dan bukan pendekatan kekuasaan melainkan pengambilan keputusan dalam organisasi. Pemimpin pelayan berusaha meyakinkan orang lain dan memaksakan ketaatan.
4. Conceptualization: pemimpin pelayan melihat permasalahan melampaui realitas setiap hari. Karakter ini memerlukan disiplin dan latihan bagi banyak pemimpin. Pemimpin pelayan harus membiarkan pemikirannya hingga mencapai pemikiran konseptual yang mempunyai landasan lebih luas. Ini berarti ia berusaha menjaga keseimbangan antara pemikiran tentang konsep dan fokus operasional sehari-hari.
5. Foresight: pemimpin pelayan adalah ia yang mampu belajar dari masa lalu, kenyataan sekarang dan kemungkinan konsekuensi keputusan untuk masa datang.

IV. Refleksi atas Kepemimpinan sebagai Pelayanan
Seorang pemimpin adalah “sang pelayan”. Tipe kepemimpinan seperti ini dengan sangat baik dijelaskan oleh Greenleaf. Greenleaf berkata: who is the Servant Leader? The servant-leader is servant first... It begins with the natural feeling that one wants to serve. Then conscious choice brings one to apire to lead. Hal yang mau dikatakan di sini yaitu bahwa seorang pemimpin adalah seorang pelayan. Hal ini dimulai dari keinginan untuk melayani, selanjutnya dari situ ia merasa kebutuhan untuk menjadi pemimpin.
Seorang pemimpin pada dasarnya adalah orang yang melayani, yang mendahului kepentingan orang lain. Menjadi seorang pemimpin sebagaimana yang dikatakan atau ditegaskan oleh Greenleaf di atas sungguh menjadi sebuah idealisme yang dapat mengembangkan diri saya. Lebih dari itu, sebetulnya tipe kepemimpinan ini dengan sangat baik telah diteladankan oleh Yesus sendiri. Dalam arti ini, Ia menjadi model, menjadi par excellence-nya. Yesus sendiri bersabda: ”...Anak manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani...” (Mat 19:28). Menyimak apa yang dikatakan Yesus ini, dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin pada dasarnya adalah seorang pelayan bagi yang lain, sebagaimana Yesus sendiri menjadi pelayan bagi kawanan domba-Nya. Melayani di sini oleh E. Martasudjita, secara mendalam diartikan sebagai pelayanan dengan model mau memberi teladan dan bukan menguasai. Nasihat untuk menjadi pemimpin yang memberi teladan tampak juga misalnya dalam nasihat St. Paulus: "Jadilah teladan bagi orang-orang yang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” (1 Tim 4:12). Dalam arti ini, pemimpin adalah yang mampu memberi teladan bagi yang dipimpin atau dilayani. Tanpa kemampuan itu, kepemimpinannya tidak berarti apa-apa. Menurut Martasudjita bahwa sehebat apa pun seseorang, sepandai apa pun ia, seluas apapun pengetahuan dan wawasannya, setinggi apapun jabatan dan gelarnya, apabila hidupnya jelek, keteladanannya kurang, maka mungkin orang itu disegani tetapi tidak dicintai dan tidak disukai orang. Pelayanan yang memberi keteladanan persis bertentangan dengan gaya kepemimpinan yang mau menguasai. Gaya ”melayani” yang menguasai tampak dalam sikap otoriter, mendikte, menganggap bodoh kepada orang lain (bdk. Mrk. 10:42).


V. Penutup
Menyimak karakter dan penerapan tipe kepemimpinan di atas tampaknya sederhana, tapi aplikasinya dalam kenyataan mungkin sangat sulit diterapkan, apabila dari dalam diri sendiri tidak ditanamkan sikap mau melayani. Ada banyak orang yang mau menjadi pemimpin bagi orang lain, namun orang tidak tahu bagaimana harus menjadi pemimpin yang ideal bagi orang lain. Memang kalau disimak dengan baik, ada banyak tipe kepemimpinan, tetapi tidak semua tipe kepemimpinan itu menampakan idealisme yang menarik dan bisa diteladani orang lain. Dari sebab itu, saya merefleksikan bahwa kepemimpinan yang paling saya dambakan adalah pelayanan, menjadi pemimpin pelayan dan tokoh par excellence¬¬-nya adalah Yesus sendiri. Mengapa Yesus menjadi modelnya, oleh karena Ia sendiri melayani orang lain tanpa pamrih, dan gambaran sempurna kepemimpinan Yesuslah yang bisa membantu saya mengabdikan diri secara utuh bagi orang lain. Dan hal ini merupakan tujuan dari segala pencarian jatidiri dari seorang pemimpin. Aktualisasi diri seperti ini hanya menjadi mungkin kalau ada kerendahan hati serta kesiapsediaan untuk mengabdi atau melayani orang lain lewat tugas yang dipercayakan kepadanya. Tanpa sikap ini, kepemimpinan itu tidak akan menjadi efektif dan bermakna, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dengan menjadi pemimpin pelayan, sebetulnya pada saat yang sama pula, kita tidak hanya memimpin orang lain, tetapi juga kita sedang memimpin diri kita sendiri.

Tidak ada komentar: