Kamis, 10 Juni 2010

AKU ADA UNTUK DIA YANG HADIR DALAM DIRI ORANG LAIN

By Fidel Wotan Pengantar Hidup itu baru bermakna kalau dibagikan kepada orang lain. Kebermaknaan kita baru berarti kalau kita mampu memberi diri, keluar dari diri sendiri dan masuk dalam realitas hidup orang lain. Tanpa itu kita tidak dapat menjadi apa-apa. Bukankah panggilan hidup kita untuk mencintai dan merangkul orang lain, melayani dan memperhatikan mereka yang berkekurangan? Samaseperti Yesus yang rela keluar dari kemapanan diriNya sebagai Allah dan mengosongkan diri menjadi manusia hina dina, memiskinkan diri demi memperkaya orang lain. 1. Pengalaman-pengalaman yang menyadarkan saya akan tiga tugas Kristus: 1.1. Menguduskan Ada beberapa pengalaman kecil yang dapat saya refleksikan di sini berkenaan dengan kesadaran saya akan tugas Kristus yakni “menguduskan”. Namun sebelum mensharingkan beberapa pengalaman tersebut, saya merefleksikan beberapa poin kecil berikut ini. Saya menyadari bahwa saya dipanggil untuk menjadi pelayan Kristus (secara khusus) menjadi Imam nanti, dari sebab itu saya mesti membentuk diri sedari awal untuk bertumbuh dalam kekudusan. Di dalam Kristuslah, kekudusan Allah menjadi kelihatan dan dapat diakses (lih. Yoh 1:14-18). Ialah pewahyuan Allah yang definitif, sumber dan modal bagi manusia ideal. Allah adalah segala-galanya yang dapat dan harus diharapkan. Jika panggilan kepada kekudusan adalah panggilan untuk menjadi serupa dan bersatu dengan Kristus, konsekuensinya adalah bahwa panggilan kepada kekudusan membawa kita masuk ke dalam sebuah perjalanan terus-menerus untuk mencintai dan mengenal Kristus. Berkaitan dengan hal ini, saya merefleksikan bahwa dapatkah saya membawa umat, membantu umat untuk mengenal Kristus secara lebih mendalam andaikata pengenalan saya akan Kristus ternyata samar-samar. Dan bagaimana mungkin umat yang saya layani dapat juga bertumbuh dalam kekudusan, jikalau saya sendiri tidak mengenal dan memiliki hubungan yang intim dengan Kristus? Dengan semakin mengenal Kristus secara lebih mendalam, maka cinta saya kepada-Nya justru membuat saya berani memberi diri secara total dalam hidup dan karya Kristus, sehingga hal ini memperdalam dan memperkaya pengenalan saya akan Dia dan semakin dalam pula cinta saya terhadap umat-Nya.
Saya menyadari bahwa panggilan kepada kekudusan adalah panggilan semua orang Kristen yang mengimani Kristus dan itu berarti siapa saja mesti berusaha mewujudkan hal ini. Namun apakah setiap orang Kristen menyadari akan hal ini, apakah mereka juga sungguh-sungguh memberi ruang dalam hidupnya untuk mewujudkan hal ini? Berkenaan dengan hal ini, saya yang dipanggil untuk menjadi Pelayan Kristus, didesak pula untuk membantu umat mewujudkan panggilan hidup seperti ini. Ada beberapa pengalaman yang mengungkapkan hal ini: a. Mengajak Umat untuk Rajin Berdoa atau Mendekatkan diri dengan Tuhan Selama menjalani tahun pastoral di Paroki St. Martinus, hal sederhana yang bisa saya lakukan untuk membantu umat bertumbuh dalam kekudusan adalah mengajak umat baik di paroki pusat maupun di stasi-stasi untuk rajin berdoa (mengikuti Ekaristi atau Ibadat Sabda), mengajak atau mendorong serta memotivasi umat untuk terlibat dalam kegiatan pendalaman iman dan lectio divina. Namun hal ini saya alami belum terlalu maksimal dipraktekkan di Paroki St. Martinus, hanya dua kelompok kategorial yang bisa melaksanakan hal ini (misdinar dan anak-anak asrama putri). b. Memberi kesaksian hidup yang baik dan benar sebagai sebagai orang yang dipanggil secara khusus melayani umat. Kesaksian hidup yang saya berikan adalah kesaksian yang keluar dari pengalaman kedekatan saya dengan Kristus, pengalaman hidup yang sudah diresapi oleh jiwa dan semangat Kristus. Dalam arti ini, saya memberikan kesaksian hidup saya bukan karena ketenaran dan kekayaan hidup saya, melainkan kesaksian hidup saya akan Kristus Yesus. Kesaksian saya ini, saya rasakan dan hayati pertama-tama adalah kesaksian hidup saya sebagai seorang religius Montfortan yang memiliki corak atau karakter yang khas. Berkenaan dengan ini, gaya hidup saya adalah hidup yang “dibaluti” semangat missioner seorang Montfortan dan bukan yang lain: entah dalam hidup doa, kontemplasi, maupun dalam pergaulan dengan umat, dsb.Berkenaan dengan kesaksian hidup tersebut, hal yang bisa saya praktekkan selama ini adalah misalnya siap-sedia menjalankan perutusan saya sebagai seorang petugas atau pelayan pastoral dengan rajin mengunjungi umat di kampung-kampung, mengajak umat untuk mau berdoa rosario, mengajak umat untuk aktif dan mau terlibat dalam kegiatan di gereja, mengajak umat untuk selalu mengandalkan pertolongan Tuhan, berharap dan percaya sungguh-sungguh kepada-Nya, mengajak umat untuk rajin menolong orang lain, dan juga rajin mendekatkan diri kepada Tuhan (hal ini bisa saya tunjukkan tidak hanya lewat katekese atau khotbah di gereja tetapi juga dalam seluruh perilaku hidup saya sehari-hari).c. Mengajak umat untuk menjadikan seluruh karya, hidup dari umat sebagai kurban persembahan rohani yang hidup yang berkenan kepada Allah melalui Kristus. Bagi saya salah satu hal sederhana yang bisa saya perlihatkan kepada umat bagaimana mereka bisa bertumbuh dalam kekudusan adalah dengan jalan memberi pemahaman atau pengertian kepada mereka bahwa seluruh hidup, karya atau perjuangan hidup mereka, segala pengalaman suka-duka hidup mereka, atau pun hal-hal yang mereka alami dan rasakan dalam hidup mereka sungguh merupakan sebuah persembahan hidup rohani yang bisa mereka berikan kepada Tuhan. Semuanya ini akan semakin dihayati dan dialami sebagai kurban persembahan hidup yang sungguh-sungguh rohani, jikalau mereka sendiri mau menyadarinya bahwa di dalamnya Tuhan sendiri akan berkarya dan membantu mereka bisa bertumbuh dan berkembang menjadi murid-murid Kristus yang sejati. Semunya ini dapat saya berikan baik melalui kesaksian hidup sehari-hari maupun melalui katekese dan juga pendalaman iman serta Lectio divina, serta dalam beberapa kegiatan lainnya (misalnya ketika melibatkan umat dalam kegiatan-kegiatan di gereja: latih koor, latihan mendarazkan mazmur tanggapan, latihan misdinar, dsb). 1.2. Mengajar (sebagai Nabi) Berkaitan dengan tugas kenabian, saya juga dipanggil untuk membuat terang nilai Injil bersinar dalam realitas hidup konkret. Sebagai nabi, sebetulnya saya juga dipanggil untuk mengemban dua tugas sekaligus, yakni memberi kritik kepada orang-orang atau kelompok atau institusi yang menindas dan untuk memberi kesegaran kepada mereka yang benar-benar berada dalam posisi terjepit di dalam kehidupan masyarakat, mereka yang tertindas, ditinggalkan dan kurang diperhatikan. Namun dalam kenyataannya, hal ini kurang dialami dan hayati selama saya menjalani tahun pastoral di Paroki St. Martinus. Ada beberapa pengalaman kecil yang mengingatkan saya bahwa saya melaksanakan tugas kenabian Kristus. a. Mengunjungi dan mendoakan orang sakit (juga termasuk di dalamnya menghantar komuni untuk para lansia dan orang sakit lainnya). b. Menguatkan orang yang sedang berada dalam kesulitan, memberi penghiburan kepada mereka yang berkekurangan, mendekatkan diri dengan saudara-saudari atau umat yang kurang diperhatikan di dalam masyarakat (pengalaman saat mengunjungi umat baik di paroki pusat/stasi pusat maupun di stasi-stasi yang terpencil). c. Mengajari dan memotivasi umat bagaimana harus menjalani hidup sebagai orang Kristen yang sejati, misalnya lewat katekese atau pendalaman iman, lewat lectio divina, dan juga lewat perilaku atau sikap hidup saya sebagai seorang religius Montfortan. 1.3. Menggembalakan (Raja) Berpartisipasi dalam tugas rajawai Kristus berarti saya juga dipanggil untuk menyebarkan Kerajaan Allah. Dan Kerajaan Allah ini benar-benar harus diungkapkan dalam hidup saya sebagai seorang beriman kristiani. Ada beberapa pengalaman kecil yang saya alami dan hayati, yang menyadarkan saya akan tugas Kristus sebagai Raja. Pengalaman-pengalaman yang dimaksud antara lain : a. Memberi perhatian kepada umat di stasi-stasi atau kampung-kampung. Orang-orang sederhana yang dimaksudkan di sini adalah orang-orang yang seringkali dilupakan oleh para pemimpin dalam masyarakat, terutama mereka yang berada di kampung-kampung. Salah satu cara saya memberi perhatian kepada mereka adalah dengan pergi mengunjungi mereka. Dan saat yang tepat untuk bisa melakukan hal ini adalah ketika saya mengadakan ibadat sabda di tempat atau wilayah mereka. Bagi saya ibadat sabda belaka tidak cukup untuk bisa menggerakkan mereka, di satu pihak ibadat sabda memang penting harus selalu dihayati umat, namun itu saja tidak cukup, saya juga perlu memotivasi mereka agar aktif dan terlibat dalam kehidupan beriman mereka, juga lewat sharing pengalaman dengan mereka, tukar-pikiran, mendengarkan mereka, (mendengarkan keluh-kesah hidup mereka, segala kekurangan dan juga perjuangan hidup mereka, kesulitan-kesulitan mereka sehari-hari). Dan saya menyadari bahwa saya tidak bisa membuat perubahan total bagi mereka, saya juga tentu tidak langsung mengubah nasib mereka, akan tetapi dari sharing dan tukar pengalaman hidup tersebut, saya sendiri bisa memberi masukan berupa saran, ide dan pemikiran yang berarti bagi mereka. Berkenaan dengan hal ini: bagaimana saya bisa membantu umat yang sering diabaikan dalam pelayanan terhadap mereka terutama di bidang rohani, hal yang bisa dilakukan adalah mendekati para ketua lingkungan, wilayah atau DPL (Dewan Pengurus Lingkungan) setempat untuk mulai mengaktifkan umatnya, mendorong umatnya untuk rajin berdoa di dalam keluarga. Dan menurut hemat saya, semuanya ini akan semakin dirasakan oleh mereka, juga dalam waktu-waktu mendatang setiap DPL atau pengurus stasi/kampung sudah mandiri, dalam arti bahwa mereka tidak lagi banyak bergantung kepada Pastor Paroki atau tim pastores lainnya. Mereka sendiri bisa mengatur waktu untuk melakukan ibadat sabda atau doa bersama pada Hari Minggu atau juga pada Hari Raya (Natal-Paskah) dan hari-hari lainnya. Dengan pergi mengunjungi mereka, merayakan ibadat sabda bersama mereka, sebetulnya di situ, saya sudah mulai memberi perhatian kepada umat atau orang-orang yang selama ini kurang diperhatikan dalam pelayanan di bidang rohani. Mengapa harus demikian? Oleh karena bagaimana pun juga semua orang mesti mendapat penyegaran rohani dalam hidup mereka, mereka juga (terutama yang di kampung-kampung) perlu diberi perhatian yang cukup dan bukan hanya umat yang ada di pusat paroki saja yang mendapat pelayanan yang lebih baik. Hanya dengan demikian, tidak ada lagi umat yang dianaktirikan dalam pelayanan rohani. Mungkin saja, selama ini mereka yang jarang ke gereja untuk berdoa bersama umat lainnya, sekarang bisa merasakan atau mengalami kesempatan untuk memperkuat tali persatuan dengan Tuhan.b. Tidak membeda-membedakan atau mengkotakkan umat yang dilayani. Selama saya berada di Paroki St. Martinus, saya sudah berusaha semaksimal mungkin agar saya tidak pernah membeda-membedakan siapa saja, tidak mengkotak-kotakkan siapa saja, dan mau bergaul dengan siapa saja (dari anak-anak sampai orang tua). Hal ini sudah saya rencanakan sejak awal kedatangan saya. Namun saya juga menyadari bahwa tidak semua orang bisa saya jadikan sahabat, teman, kakak, orang tua (bapak-ibu) atau kakek dan nenek saya, karena untuk bergaul satu-persatu saya sendiri merasa tidak bisa dilaksanakan secara maksimal. Hanya saja secara umum saya mencoba menanamkan dalam diri saya semangat untuk merangkul siapa saja, tanpa membeda-membedakan mereka. Berkenaan dengan hal ini, salah satu contoh kecil yang bisa saya tunjukkan di sini yakni, saya mau bersedia diminta untuk melayani doa yang diminta umat tanpa harus memandang status, jabatan, kelompok atau golongannya.Kerja samaku dengan kaum awam Secara umum selama menjalani tahun pastoral ini, saya merasa terbantu dengan kehadiran kaum awam (umat) yang ada di Paroki St. Martinus. Saya merasa terbantu oleh karena memang selama ini saya tidak bekerja sendirian, saya tidak berjalan sendirian. Dalam arti ini, kaum awam turut membantu saya dengan caranya masing-masing, entah dengan menyediakan tenaga, hati dan pikiran serta waktu mereka untuk memberi masukkan, ide atau pikiran, juga nasehat-nasehat yang bisa menguatkan saya, mencerahkan saya, memotivasi saya dalam menjalankan praktek pastoral di tempat mereka. Selama ini, orang yang saya rasakan paling banyak membantu saya untuk bisa bertumbuh dan berkembang ke arah hidup yang lebih baik adalah orang-orang tua, mereka yang dituakan di dalam masyarakat, misalnya DPP paroki, termasuk di dalamnya katekis paroki, juga beberapa kelompok kategorial, Ketua-ketua DPL beserta pengurusnya, guru-guru TK, SD, SMP, SMA. Selain itu, pergaulan dan kerjasama dengan kaum muda di paroki, pun turut membantu saya bisa menjalankan praktek pastoral saya dengan baik. Berkenaan dengan hal ini, adapun beberapa isi pengalaman yang menunjukkan bahwa kaum awam pun bekerja sama dengan saya dalam membangun kehidupan menggereja, atau dalam menjalankan tritugas Kristus : Dalam kegiatan gereja : mengadakan kegiatan pelatihan koor paroki menjelang perayaan Hari Raya Keagamaan (Natal dan Paskah), mengadakan pelatihan misdinar, dan pelatihan pendarazan mazmur. Hal ini dilakukan dalam kerja sama dengan seksi liturgi paroki. Selain itu, mengadakan kegiatan pendalaman iman dan lectio divina. Hal ini dilakukan dalam kerja sama dengan seksi pewartaan. Mengadakan Ibadat Sabda di stasi-stasi atau kampung-kampung. Hal ini dilakukan dalam kerja sama dengan tim pastores lainnya (pastor paroki dan katekis paroki).Hal-hal yang saya alami sebagai saat saya bisa memberikan diri saya (terutama dalam tugas dan pelayanan saya di paroki ini)
 Mengadakan kunjungan atau turne ke stasi-stasi atau kampung :di sana saya memiliki kesempatan untuk mengadakan Ibadat Sabda bersama umat setempat, mengikuti ritme hidup mereka, misalnya salah satu hal yang telah saya lakukan adalah pergi ke ladang bersama mereka untuk menugal dan menanam padi serta membersihkan ladang mereka. Kesempatan mengunjungi umat seperti ini, saya sadari sebagai momen yang paling baik untuk hadir bersama mereka, melihat dari dekat dan merasakan secara langsung suka-duka hidup mereka, serta melihat dinamika hidup mereka secara keseluruhan. Di sini saya memiliki kesempatan untuk bisa memberikan diri, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta hati saya kepada mereka.  Melibatkan kaum awam dalam menyukseskan kegiatan-kegiatan di gereja (latihan koor, latihan misdinar, latihan mendarazkan mazmur tanggapan pada hari Minggu, membersihkan pekarangan atau lingkungan gereja, dll).
 Menyediakan waktu dan tenaga saya untuk melakukan salah satu kegiatan karitatif yang sudah dijalankan beberapa tahun di pastoran Paroki St. Martinus, yakni membuat pas foto umat (mencetak foto umat). 2. Kesadaran-kesadaran baru yang saya temukan di dalam penghayatan tersebut berdasarkan pengalaman praktek di lapangan

Tidak ada komentar: