Jumat, 08 April 2011

PANORAMA KEHIDUPAN RELIGIOSITAS ORANG TAMAN

PANORAMA KEHIDUPAN RELIGIOSITAS ORANG TAMAN

2. 1. Pengantar
Pokok-pokok gagasan yang akan diuraikan dalam Bab II ialah mengenai Panorama Kehidupan Religius Orang Daya Taman. Hal ini dibahas karena menampilkan latar belakang dan corak yang mewarnai kehidupan religiositas orang Daya Taman dalam konteks kebudayaan lokal. Adapun sub-sub bagian yang akan diuraikan dalam Bab II ini dibagi sebagi berikut: Pengertian religi, gambaran singkat lingkungan alam-fisik sebagai ruang yang memengaruhi sistem religiositas, Selayang Pandang Suku Daya Taman; Asal Mula Manusia dan Alam Semesta, Adat Istiadat Orang Taman; Sistem Religi yang memberi ciri khas bagi kehidupan Daya Taman.

2. 2. Pengertian Religi
Religi muncul dari adanya bermacam-macam perasaan orang dalam menghadapi, mengalami peristiwa tertentu: perasaan kagum, hormat, segan, takut, tegang, terkejut, mual, tak berdaya, heran, cinta, benci, asmara. Orang mendapat kesan seakan-akan perasaan itu tidak timbul dari dalam diri manusia yang bersangkutan, melainkan diaktifkan oleh peristiwa dari luar, seperti misalnya kelahiran, kematian, anak menjadi dewasa, bencana alam, halilintar, bentuk ganjil sebuah batu. Kekuatan, kekuasaan, atau ‘Gaya Misterius’ dari luar memengaruhi manusia sehingga aneka perasaan timbul dalam dirinya. Kemudian perasaan dipikirkan sampai menghasilkan pelbagai khayalan. Iman yang demikian diberi bentuk cerita yang disebut mitos. Mitos didramatisasi dalam upacara dan dihayati dalam tata susila.
Dari perspektif ahli ilmu perbandingan agama, tidak ada kesepakatan definisi istilah religi. Van Schie menarik kesimpulan istilah religi berdasarkan hipotesa riwayat munculnya religi pada awalmulanya dan tanpa memutuskan definisi yang paling tepat. Ia mengatakan bahwa religi adalah keseluruhan mitos, ritus, dan tata hidup yang merupakan pernyataan serta pengungkapan kepercayaan manusia, dan bahwa ‘Gaya Misterius’ mempengaruhi semua aspek kehidupannya.
Disamping gejala yang spesifik yang memotivasi perasaan itu, juga muncul gejala yang secara keseluruhan memotivasi perasaan, sekaligus tindakan. Gejala itu lahir dari alam semesta, dari lingkungan alam di mana suatu masyarakat berdiam dan menjalani kehidupannya. Untuk menggagas religiositas orang Taman, penulis mengikuti pengertian religi sebagaimana diungkapkan Van Schie tersebut.

2. 2. Gambaran Singkat Mengenai Lingkungan Yang Memengaruhi Religiositas Orang Taman
Hakikat yang terkandung di dalam sistem religi menuntun masyarakat Daya untuk senantiasa berperilaku serasi dengan dinamika alam semesta, sehingga terwujud keseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam. Lingkungan alam dalam kehidupan religi orang Taman merupakan ruang kehidupan religiositasnya. Alam berada pada urutan yang pertama dalam perannya sebagai yang memengaruhi keseluruhan sistem religi yang dianut oleh orang Taman. Gambaran mengenai pengaruh lingkungan terhadap kehidupan religiositas ini akan diuraikan sebagai berikut: pertama, hubungan lingkungan fisik kekuatan supranatural; kedua, relasi alam dan kehidupan orang Taman serta letak wilayah dan pola pemukiman.

2. 2. 1. Lingkungan Fisik
Kepercayaan tradisional yang dianut oleh orang Daya Taman umumnya dipengaruhi oleh keadaan alam sekitarnya. Kekuatan supranatural yang ada di sekitar mereka yang keberadaannya di luar jangkauan akal budi manusia menimbulkan pertanyaan. Hal inilah yang mendorong manusia Daya Taman melakukan berbagai upacara yang beraneka ragam untuk mencari hubungan dengan kekuatan supranatural itu. Upaya mencari hubungan dengan sesuatu yang supranatural itu melahirkan aktivitas religius manusia Daya Taman sebagaimana juga dalam suku-suku lain dengan kekhasan regiositasnya. Inilah aktivitas manusia yang berkaitan dengan kepercayaan atau religi yang didasarkan pada suatu getaran jiwa yang disebut emosi keagamaan atau religi.
Dari getaran jiwa itu manusia mengalami adanya gejala-gejala yang muncul di luar kemampuan akal budi manusia sehingga manusia meyakini adanya sesuatu yang lebih tinggi. Manusia yang pada awalnya kagum akan adanya gejala-gejala dan kejadian-kejadian yang luar biasa dalam hidup dan alam sekitarnya, menjadi tergugah untuk memiliki sistem kepercayaan kepada kekuatan supranatural yang melampaui dirinya itu.
2. 2. 1. 1. Keadaan Alam
Alam adalah tempat manusia bersama ciptaan lain berdiam dan hidup. Dari lingkungan alam itu pula manusia dapat menemukan kekuatan-kekuatan yang berada di luar dirinya. Lingkungan alam turut menentukan pola kehidupan. Bukan hanya secara mental tetapi juga secara spiritual. Pola kehidupan yang demikian dilatarbelakangi oleh alam lingkungan tempat tinggal.
Secara geografis, alam tempat orang Daya Taman tinggal adalah sebagian besar terdiri dari dataran rendah dengan permukaan tanah rata dan di sana-sini terdapat rawa-rawa. Lingkungan alam di tepi sungai Kapuas, sungai Mendalam, dan sungai Sibau yang merupakan daerah pemukiman orang Taman. Di sepanjang daerah aliran Sungai (DAS) Kapuas, Mandalam, Sibau, terdapat hutan lebat beriklim sub-tropis. Selain tiga sungai tersebut, terdapat pula banyak anak sungai yang melintas di hutan rimba yang termasuk dalam wilayah teritorial tanah adat orang Taman. Tidak jauh dari perkampungan, terdapat perkebunan atau yang disebut dengan kobon bua’ , dan hutan belantara yang disebut dengan timpungan.

2. 2. 1. 2. Letak Wilayah
Orang Taman, sejak dahulu selalu membuat rumah tempat bermukim di pinggir sungai. Sungai sangat vital dalam kehidupan orang Daya Taman. Sungai bukan hanya sebagai sarana perhubungan lalu lintas air, tetapi juga sebagai tempat mencari kebutuhan hidup, yakni lauk pauk untuk dimakan sehari-hari. Selain itu sungai juga digunakan untuk mandi, cuci, kakus (MCK).
Orang Taman bermukim di penghuluan sungai Kapuas, sungai Mandalam dan sungai Sibau. Tiga nama sungai ini oleh orang Taman digunakan untuk menyebut komunitas orang Taman yang tinggal berdasarkan sungai yang berbeda itu. Orang Taman yang bermukim di sungai Kapuas disebut orang Kapuas, demikian juga dengan orang Taman yang bermukim di sungai Mandalam disebut orang Mandalam dan orang Taman yang bermukim di sungai Sibau disebut orang Sibau.
Orang Taman yang berdiam di wilayah penghuluan tepi sungai Kapuas terbagi lagi dalam beberapa kampung dan menyebut diri berdasarkan nama kampungnya. Kampung tersebut adalah kampung Lunsa (orang Usa) memiliki dua Rumah Betang terletak paling hulu. Di hilir kampung Lunsa terdapat kampung Sayut (orang Sayut). Orang Sayut memiliki enam Rumah Betang. Di hilir kampung Sayut terdapat kampung bernama Ingko Tambe (orang Ingko Tambe). Ingko Tambe yang dalam bahasa Taman berarti ‘ekor panji’, memiliki tiga Rumah Betang. Di hilirnya ada kampung bernama Malapi (orang Malapi). Orang Malapi memiliki lima Rumah Betang. Satu diantaranya, yakni rumah betang Malapi 1 merupakan Rumah Betang antik tempat para peneliti atau turis lokal maupun mancanegara mengadakan penelitian tentang adat istiadat orang Taman. Kemudian kampung yang berada paling hilir dari perkampungan orang Taman Kapuas ialah Sauwe (orang Sauwe). Orang Sauwe hanya memiliki satu Rumah Betang yang biasanya disebut ‘So tunggan’ yang artinya rumah tunggal. Demikiam halnya juga orang Taman yang bermukim di tepi sungai Mandalam disebut orang Mandalam atau orang Ariyung Mandalam. Orang Mandalam memiliki tiga Rumah Betang. Dan orang Taman yang berdiam di sungai Sibau sering disebut orang Banua Sio, memiliki enam Rumah Betang.


Gambar 2. Peta Pemukiman Orang Taman dan Sekitar.

2. 2. 1. 3. Pola Pemukiman Orang Taman
Rumah tempat bermukim orang Daya Taman ialah Rumah Betang atau dalam bahasa Taman disebut So Langke yang artinya Rumah Panjang. Inilah yang menjadi kekhasan orang Daya pada umumnya dan orang Daya Taman khususnya. Tidak ada perkampungan orang Daya Taman yang tanpa Rumah Betang. Rumah Betang menjadi tempat bersatunya orang Daya Taman. Mentalitas kolektif dan komunal lahir dari adanya Rumah Betang ini. Rumah Betang disebut oleh orang Taman sendiri maupun oleh kalangan di luar orang Taman ialah rumah adat. Sebab tidak ada acara adat tanpa diselenggarakan di Rumah Betang.
Kerterkaitan yang erat antara adat dan Rumah Betang sangat menonjol, sehingga pendirian Rumah Panjangpun mematuhi aturan adat yang berlaku secara turun temurun. Pendirian Rumah Betang juga mengindahkan unsur kepercayaan asli. Misalnya sebelum orang mulai membangun Rumah Panjang, orang harus mengamati tanda-tanda atau bunyi-bunyi dari burung-burung. Pada saat tanda baik didengarkan, hari berikutnya lokasi rumah tempat didirikannya Rumah Panjang yang baru dapat dibersihkan. Itupun bila pada malam hari itu tanda-tanda tersebut tidak dirintangi oleh mimpi yang buruk. Adapun rumah sebagai tempat tinggal lain selain rumah betang adalah rumah kebun yang disebut So Pambutan. So Pambutan berfungsi sebagai tempat kediaman sementara. Biasanya So Pambutan tersebut dibuat untuk tujuan keleluasaan beternak (mamiara katiyo’an) atau berkebun (bakobon).

2. 3. Selayang Pandang Suku Daya Taman
2. 3. 1. Asal Mula Manusia dan Alam Semesta dalam Pandangan Orang Taman
Orang Daya Taman sebagaimana juga orang Daya sebagai keseluruhan, tidak memilki tradisi tertulis dalam sejarah peradabannya. Mereka hanya memiliki tradisi lisan, dan tradisi lisan itupun sekarang hampir terlupakan karena orang Daya telah mengenal tulisan. Pengenalan akan tulisan ini lahir dari pengaruh masuknya misi agama Katolik dan pendidikan formal pemerintah. Dalam sejarahnya, tradisi lisan sangat vital bagi masyarakat Daya. Inilah satu-satunya cara untuk menyampaikan detil-detil tradisi atau aturan-aturan hidup kepada anak cucu secara turun temurun. Dalam cerita yang disampaikan secara turun temurun itu diketahui bahwa manusia dan alam semesta memiliki awal kejadian yang tak lepas dari adanya wujud tertinggi.
Asal mula alam semesta dan manusia dalam pandangan orang Daya Taman dapat diketahui dalam kisah penciptaan yang dituturkan tiga malam berturut-turut dalam acara bumbulan yang disebut cerita kalimongonan. Kalimongonan adalah acara penuturan kembali peristiwa kejadian asal mula alam semesta dan manusia. Menceritakan kembali persitiwa penciptaan merupakan bagian inti dari acara bumbulan. Upacara bumbulan merupakan upacara penting menjelang pesta Gawai raa. Dalam cerita tersebut dikatakan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Alaatala.
Alaatala menciptakan alam semesta yakni langit dan bumi beserta isinya dengan kuasa mujizat atau disebut dengan panyunyua. Panyunyua adalah cara Alaatala menggunakan kehendaknya untuk mengadakan segala sesuatu menjadi ada seketika tanpa bahan dan alat. Setelah Alaatala menciptakan langit dan bumi beserta isinya, Alaatala memberi tugas kepada Piang Sampulo untuk membuat manusia sesuai dengan rupa Piang Sampulo sendiri. Piang Sampulo inilah yang kemudian mengajarkan cara hidup kepada manusia pertama yang ia ciptakan. Manusia pertama yang diciptakan oleh Piang Sampulo dan Bai’ Kunyanyik bernama Bai’ Idi’langilangsuan dan Piang Tina.

Gambar 4. Penciptaan Manusia.

2. 3. 2. Adat Istiadat
2. 3. 2. 1. Kerajinan
Kerajinan tangan menunjukkan kekhasan budaya dan kreativitas adat suatu suku bangsa yang berbudaya. Masyarakat Daya Taman pun mengenal teknik menenun untuk membuat busana. Bahkan hingga kini masyarakat Dayak Taman dikenal sebagai penenun yang terampil. Kerajinan tangan atau kreativitas adat orang Taman adalah menenun atau dalam bahasa Taman dinamakan manyee. Kegiatan manyee lain sama sekali dengan kegiatan menenun kain, sebab menenun kain murni benang yang ditenun sehingga menjadi kain. Manyee adalah aktivitas menusukkan benang ke dalam lubang manik dan merangkaikannya menjadi satu kesatuan sehingga dari aktivitas ini terbentuk pakaian adat seperti baju atau topi atau selendang dan aneka busana adat dari manik-manik. Sehingga aktivitas ini terkenal dengan sebutan manyee bulang manik atau manyee indulu manik. Kegiatan manyee ini lazimnya dilakukan oleh kaum perempuan. Pakaian adat Daya Taman sangat unik dan indah, karena terbuat dari manik-manik yang bermotif dan memiliki kombinasi warna yang khas serta memiliki nilai dan makna religius tersendiri.

2. 3. 2. 2. Kesenian
Dalam masyarakat Daya, tari-tarian dilaksanakan selalu dalam konteks ritual dan seremonial. Namun ada juga tarian yang sifatnya untuk kepentingan umum. Pada hakekatnya tari-tarian ini merupakan selebrasi kehidupan. Ragam tarian itu menunjukkan pula identitas khas suku. Misalnya tarian Burung Enggang simbol kedekatan suku Daya dengan ciptaan. Tarian tersebut sebagai ciri bahwa suku Daya identik dengan orang yang mencintai ciptaan. Demikian halnya dengan suku Daya Taman. Mereka memiliki ragam tarian selain sebagai simbol identitas kesukuan, juga sebagai ungkapan setiap dimensi kehidupan sesuai dengan konteks ritual yang dirayakan. Misalnya daria’ so’soak. Daria’ so’soak artinya tarian gembira. Tarian gembira atau daria’ so’soak ini seringkali ditampilkan dalam upacara perkawinan.
Selain tarian dan seni merangkai manik-manik menjadi pakaian adat, juga terdapat seni menabuh aneka alat musik tradisional. Alat musik orang Taman adalah Kulintang atau Galentang ialah gong kecil atau Babandi ataupun gong yang berukuran besar yang disebut Tawak. Selain itu ada juga alat musik yang terbuat dari kayu keras yakni kayu Tuleen atau kayu Panyoo, disebut Kangkoang. Ada pula alat musik gendang atau yang disebut Tung.
Masing-masing alat musik ini memiliki jenis tabuhannya dan setiap tabuhan memiliki makna religius tersendiri. Misalnya Taba Palong ialah gong besar atau Tawak yang dibunyikan dengan birama 3 x 3 artinya ada seseorang yang akan meninggal dunia. Pembunyian gong dengan birama 3 x 3 itu maksudnya mengiringi proses penghembusan napas terakhir dari orang yang hendak meninggal dunia tersebut. Demikian halnya juga dengan alat musik seperti Kangkoang, Tung dan lain-lain, memiliki makna dan dari cara membunyikannya.

2. 4. Sistem Religi
Masyarakat Daya Taman memiliki sistem religi asli yang sangat kompleks. Mulai dari sistem religi tingkat rendah sampai tingkat yang paling tinggi. Pengertian religi atau kepercayaan dalam masyarakat Daya Taman adalah kepercayaan kepada setiap ciptaan yang di dalamnya diyakini memiliki roh (anima), yang dapat memberikan kekuatan dan kehidupan. Pengertian ini berbeda dengan religius dalam konteks teologi yang artinya sama dengan keagamaan atau kesalehan. Dalam Gereja seringkali artinya menjadi sempit yaitu segala apa yang berhubungan dengan anggota-anggota dan kongregasi.
Dari perspektif antropologi sistem kepercayaan atau religi timbul dari kesadaran umat manusia akan adanya jiwa. Sistem religi ini berevolusi dari tingkat yang paling rendah, seperti kepercayaan kepada adanya makhluk-makhluk halus, roh-roh atau hantu-hantu, ke tingkat yang paling tinggi, seperti kepercayaan kepada dewa-dewa yang menggerakkan alam, akhirnya ke tingkat yang lebih tinggi lagi, yaitu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan ini menggerakkan jiwa manusia untuk melakukan tindakan yang mencerminkan kepercayaannya itu.

2. 4. 1. Kepercayaan Kepada Wujud Tertinggi ( Alaatala)
Alaatala adalah sebutan orang Taman untuk Tuhan. Apakah sebutan Alaatala dari orang Daya Taman untuk Tuhan ini aslinya berasal dari orang Taman sendiri ataukah berasal dari luar?. Menurut Rahmat Subagyo, bahwa diantara suku-suku Daya, disamping nama-nama Tuhan yang jelas berasal dari luar seperti Sangiang, Bathara, Pohatara, Iswara, Mahatala dan Alatala, terdapat nama asli juga. Misalnya Maharaja Kulung Rahun, Datu kumahing langit, Ile Tungka Kahiangan, Tuhan Nguasa, Alaktala Ngaburiat, Raja Tontong Matanandan, Kanarohan Tambing Kabanteran Bulan, Ting, Datu Tantaya, Tame Tinge, Lahtala Ju’us Tuha, Lalun-nganing Singkar Olo, Tata Manah Tuah Wuka dan lain-lain. Menurut H. M. Baroamas Jabang Balunus, orang Taman menyebut Tuhan atau wujud tertinggi itu dengan sebutan Alaatala atau dalam bahasa budaya narasi orang Taman disebut Iyang suka. Alaatala merupakan sebutan asli untuk Tuhan yang berasal dari orang Taman sendiri, dan bukan sebutan yang diambil dari bahasa Arab.
Menurut Rahmat Subagyo, orang Daya termasuk suku yang menganut paham teistis (Theos-Yunani=Tuhan) yaitu mengakui Tuhan sebagai asal mula dan pemilik dunia. Tuhan dilihat sebagai wujud tertinggi yang aktif mengurus dan membimbing alam dunia dan manusia. Sejalan dengan paham itu, orang Taman mengakui Tuhan sebagai asal mula dan pemilik dunia. Tuhan atau Alaatala adalah penguasa tertinggi yang menciptakan alam semesta dan manusia.
Menurut Y. C. Thambun Anyang, kepercayaan terhadap Alaatala sudah ada jauh sebelum kedatangan agama Hindu, Budha, Islam, Katolik, dan Protestan. Orang Taman percaya bahwa tujuan hidup manusia ialah Alaatala. Alaatala itu berupa roh kekal dan dianggap sebagai sumber keselamatan bagi manusia. Meskipun dianggap sebagai sumber keselamatan, orang Taman tidak memiliki upacara yang dipersembahkan secara istimewa kepada Alaatala, kecuali doa untuk meminta agar hidup selamat, terhindar dari segala penyakit dan marabahaya. Upacara untuk penghormatan dengan kurban atau sesajen diadakan untuk para arwah leluhur atau roh-roh nenek moyang. Upacara adat sebagai ungkapan religiositas asli selalu melibatkan leluhur. Upacara adat Gawai raa permohonan keselamatan bagi kehidupan manusia dialamatkan kepada Alaatala, melalui leluhur.

2. 4. 2. Kepercayaan Kepada Arwah Leluhur
Menurut H. M. Janting Baroamas Jabang Balunus, bahwa alasan penghormatan dan penghargaan yang diberikan kepada para arwah leluhur pertama-tama agar relasi dengan para leluhur dan dengan para anggota keluarga tetap hidup dan terpelihara. Kedua penghormatan dan penghargaan terhadap arwah leluhur mengandung pengertian bahwa di satu pihak para leluhur menjadi pembicara dan pengantara di rumah dan di hadapan Sang Pencipta dan Penguasa Yang Maha Tinggi demi kebaikan dan kesejahteraan para anggota keluarga yang masih hidup.
Lebih lanjut H. M. Janting Baroamas Jabang Balunus mengatakan bahwa leluhur itu diyakini sebagai yang telah bersatu dengan Alaatala maka para leluhur berperan sebagai pembicara dan perantara dari pencipta dan penguasa tertinggi yang ditugaskan untuk menjaga dan menyampaikan segala perintahnya kepada anak cucu yang masih hidup.
Hubungan spiritual antara nenek moyang dan anggota keluarga yang masih hidup bukan hanya ada dalam religiositas orang Daya Taman tetapi dapat dijumpai dalam religiositas suku bangsa lain seperti misalnya suku bangsa di pulau Timor. Nenek moyang, selain menjadi sumber motivasi, nenek moyang juga menjadi sumber kualitas religiositas yang tinggi bagi pemeliharaan dan kelanjutan serta pembaruan semangat religius anggota keluarga.
Menurut A. Daling Asdi peranan leluhur dalam kepercayaan orang Taman sangat kuat. Maka tidak mengherankan bahwa ada upacara adat yang sangat besar dan meriah dalam orang Taman yang disebut Gawai raa untuk menghormati leluhur. Kepercayaan ini dipegang teguh oleh orang Taman sampai sekarang. Dalam setiap kegiatan, para leluhur tidak pernah dapat dilupakan. Para leluhur selalu dilibatkan oleh anak cucu yang masih hidup. Selain dalam kegiatan pertanian, merantau, dan upacara inisiasi lainnya, leluhur juga dilibatkan dalam kehidupan sosial budaya dan kemasyarakatan, misalnya gotong royong membangun atau memugar Rumah Betang sebagai tempat tinggal bersama.

2. 4. 3 Kepercayaan Akan Adanya Roh
Orang Daya Taman meyakini adanya eksistensi roh. Roh dalam kepercayaan tradisional sangat berpengaruh kuat dalam kehidupan. Roh dalam bahasa Taman ialah Sumangat. Keberadaan Sumangat ini tidak hanya pada manusia tetapi juga ada pada makhluk-makhluk lain, seperti binatang dan juga pada benda-benda hidup maupun benda mati yang ada dalam alam semesta ini. Roh-roh yang ada pada setiap makhluk dan benda itu berasal dari Sang Pencipta atau Alaatala, sebab roh yang ada tersebut merupakan ciptaan Alaatala. Alaatala dengan kuasanya menciptakan langit dan bumi serta manusia bersama ciptaan lain untuk hidup dan tinggal di dalamnya.
Kepercayaan tertinggi orang Taman adalah kepercayaan kepada Alaatala. Mula-mula Alaatala dengan kuasaNya, menciptakan Sampulo, kemudian Sampulo diberi kuasa oleh Alaatala untuk menciptakan manusia. Maka, atas dasar kuasa Alaatala itu pula Sampulo diberi tugas untuk membuat manusia sesuai dengan citra Sampulo yang diciptakan oleh Alaatala sendiri. Manusia yang diciptakan Sampulo atas kuasa Alaatala itu memiliki roh yang berasal dari Alaatala sendiri. Roh yang ada pada manusia dimasukkan oleh Sampulo lewat kepala pada saat Sampulo menciptakan manusia pertama. Kepala merupakan tempat Sampulo meniupkan nafas kehidupan sehingga manusia dapat hidup, bergerak, berbicara dan berjalan. Maka ubun-ubun di kepala manusia merupakan pintu keluar masuknya roh itu.
Orang Taman meyakini keberadaan roh yang disebut Sumangat itu. Selain roh yang berasal dari Alaatala, diyakini pula keberadaan roh-roh lain sebagai lawan dari roh yang hidup dalam ciptaan Alaatala itu, yakni roh halus yang suka menangkap jiwa manusia. Dalam bahasa Taman roh halus itu disebut Sai. Dalam kepercayaan orang Taman, munculnya penyakit yang diderita oleh manusia merupakan perbuatan dari Sai yang suka menangkap jiwa manusia tersebut. Maka untuk menyembuhkan orang dari penyakitnya ialah dengan mengambil kembali roh (Sumangat) orang tersebut dari cengkraman roh halus (Sai). Untuk itu diadakanlah upacara penyembuhan pengambilan kembali Sumangat yang telah ditangkap oleh Sai itu. Upacara ini disebut dengan upacara bermanang atau Balian (bahasa Melayu) atau upacara arabalien (bahasa Taman). Upacara bermanang atau arabalien itu dikerjakan oleh Manang (Melayu), Balien (Taman). Manang atau Balien adalah orang yang memiliki kharisma tertentu dan bisa berkomunikasi dengan Sai, maka hanya merekalah yang dapat melakukan upacara penyembuhan.

2. 4. 4. Kepercayaan Terhadap Kekuatan Gaib
Orang Taman sudah sejak zaman dahulu menganut kepercayaan asli, baik animisme maupun dinamisme. Mereka percaya akan adanya makhluk-makhluk halus yang hidup di sekeliling mereka dan roh-roh yang dianggap dapat memberikan perlindungan.
Suku Daya Taman sebagaimana juga suku Daya yang lain, meyakini bahwa alam semesta didiami oleh berbagai macam makhluk. Selain manusia dan makhluk-makhluk lain yang dapat dilihat, alam semesta didiami juga oleh makhluk-makhluk yang tidak kelihatan. Makhluk-makhluk itu disebut roh-roh halus yang memiliki kekuatan gaib. Roh-roh halus ini dianggap memiliki kekuatan yang dapat membahayakan manusia. Kekuatan yang terdapat dalam benda-benda juga diyakini sebagai yang melebihi kekuatan manusia.

2. 4. 5. Kepercayaan Terhadap Tanda-tanda dan Fenomena Alam
Orang Taman juga menaruh kepercayaan terhadap tanda-tanda dan pratanda dari alam. Kepercayaan terhadap tanda-tanda dan pratanda dari alam dalam kehidupan mereka merupakan hal yang wajar. Meskipun demikian, tidak semua orang Taman memiliki kepandaian untuk mengartikan tanda-tanda itu. Biasanya hanya generasi tua yang bisa mengartikannya.
Pesan yang disampaikan oleh alam merupakan pernyataan dari Sang Penguasa terhadap manusia. Dari pesan itu manusia religius Taman dapat menentukan apakah suatu pekerjaan dapat dilakukan atau tidak, bahkan dihentikan, atau ditunda ke waktu berikutnya yang lebih tepat. Tanda-tanda tersebut dapat diketahui dari perilaku atau suara burung, pohon tumbang, atau dahan kayu patah. Tanda-tanda ini menghadirkan dualisme makna. Di sisi lain pertanda baik, di sisi lain pertanda buruk.

2. 4. 5. 1. Burung Bengkok
Jika orang sedang berpergian atau hendak memulai suatu pekerjaan tiba-tiba terdengar suara burung bengkok di sebelah kiri jalan dengan suara nyaring, itu berarti suatu pertanda buruk bagi perjalananya atau pekerjaannya. Selalu ada pilihan, apakah orang tersebut membatalkan perjalanan atau menghentikan pekerjaan kalau tidak mau menerima resiko yang fatal. Ataukah orang tersebut tetap melanjutkan perjalanan dan pekerjaannya tanpa mengindahkan tanda tersebut. Jika suara itu terdengar di sebelah kanan, itu berarti pertanda baik bagi pekerjaannya, maka orang ia dapat melanjutkan perjalanan atau pekerjaannya.

2. 4. 5. 2. Burung Antis
Jika orang mendengarkan suara burung antis secara tiba-tiba dengan suara yang nyaring dan terdengar di sebelah kiri, itu berarti pertanda bahaya atau berita buruk. Hal tersebut diyakini bahwa akan ada bahaya yang menghadang atau akan ada sanak keluarga yang meninggal dunia dan sebagainya. Maka lebih baik orang tersebut membatalkan seluruh kegiatannya hari itu dan segera pulang ke rumah. Jika suara burung antis itu terdengar di sebelah kanan, itu berarti pertanda baik, mujur, dan akan datang berkat berlimpah atas rencana dan pekerjaannya.

2. 4. 5. 3. Burung Elang
Pada saat perjalanan membawa orang yang sakit ke rumah sakit, ternyata ada burung elang (burung bau) yang terbang melintas di udara dan terbang melawan arah tujuan dari mereka yang berpergian, itu pertanda bahwa orang sakit tersebut tak akan terselamatkan atau pertanda bahwa ia akan meninggal dunia. Jika arah terbangnya searah perjalanan mereka, pertanda bahwa orang yang sakit tersebut dapat sembuh.

2. 5. Situasi Hidup Yang Melatarbelakangi Diadakannya Upacara Religi
Setiap upacara pasti memiliki faktor yang melatarbelakangi diadakannya upacara tersebut. Situasi hidup yang dialami oleh manusia menjadi sumber motivasi pengakuan adanya eksistensi dan karya yang berasal dari Sang Penguasa kehidupan. Pengalaman akan realitas dan kehidupan religius menjadi satu kesatuan dan tak terpisahkan, maka lahirlah aktivitas religius sebagai ungkapan pengalaman akan realitas itu seperti bersyukur dan memohon.

2. 5. 1. Bersyukur
Upacara syukur atau bersyukur dilakukan karena manusia mengalami perlindungan, pertolongan (keselamatan) dari kekuatan yang lebih tinggi daripadanya. Rasa bersyukur ini dapat diungkapkan dan diekspresikan dengan upacara-upacara besar dan istimewa ataupun secara sederhana dengan mengucapkan kata-kata atau doa, tanpa ada ungkapan yang secara lahiriah dan meriah. Misalnya orang mengucapkan syukur kepada Alaatala atas perlindunganNya selama dalam perjalanan menuju ke satu tempat dengan keadaan selamat.
Orang Taman meyakini bahwa kelayakan hidup dan kekayaan harta benda merupakan usaha manusia atas berkat atau restu Alaatala. Oleh karena itu setiap kekayaan atau harta benda yang banyak serta kedudukan yang tinggi yang telah diperoleh merupakan sesuatu yang berasal dari Alaatala. Maka wajar untuk disyukuri dengan tindakan atau upacara keselamatan.

2. 5. 2. Memohon
Orang Taman selalu memohon agar hal-hal yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari manusia itu memberikan pertolongannya dan perlindungannya serta memberikan rezeki yang berlimpah kepada manusia yang sedang menjalani kehidupan. Hal lain yang melatarbelekangi diadakannya upacara religi ialah untuk memohon agar keseimbangan dan keharmonisan manusia dengan alam semesta tetap terjaga.
Manusia senantiasa merindukan keharmonisan. Oleh karena itu ia merasa perlu menjaga relasi dengan Penguasa Tertinggi agar kehidupan di dunia ini berjalan secara harmonis. Maka intensi dibalik diakannya upacara itu ialah agar tidak terjadi malapetaka bagi manusia melainkan keselamatan. Keselamatan yang diharapkan itu dapat hadir dan dialami oleh manusia jika manusia membangun relasi yang harmonis atau mendamaikan diri dengan makhluk dan kekuatan ‘Gaya Misterius’ alam semesta ini. Setiap upacara selalu dalam maksud untuk memohonkan keselamatan.

2. 6. Ruang dan Waktu Upacara Religi
Pada umumnya upacara religi memiliki ruang dan waktu yang sakral. Upacara religi orang Taman dapat dilakukan kapan saja menurut kepentingannya. Upacara religi orang Taman tidak memiliki ruang sakral yang pasti sebagaimana layaknya dalam agama-agama resmi, melainkan di alam sekitar yang berwujud benda-benda. Alam sekitar dalam wujud benda-benda adalah tempat yang sakral untuk mengadakan upacara religius. Misalnya pohon-pohon besar, sungai sebagai tempat menyucikan diri. Alam dipandang sebagai ruang yang sakral. Maka alam dapat menjadi tempat sakral untuk pemujaan atau penghormatan kepada Penguasa Tertinggi atau kepada arwah leluhur.
Demikian halnya juga dengan waktu atau sakralitas waktu. Tidak ada waktu khusus yang secara formal ditetapkan sebagai hari besar atau hari suci dalam religiositas orang Taman. Hal ini dapat difahami sebagai acara pengungkapan religius orang Taman yang dilakukan berdasarkan kepentingan upacara tersebut. Adapun bentuk-bentuk religi itu ialah ritual pemujaan dan ritual penghormatan.

2. 6. 1. Ritual Pemujaan
Pemujaan terhadap Alaatala dilakukan dengan kata-kata. Pemujaan semacam ini lebih menekankan unsur batin, yakni kepercayaan kepada Wujud Tertinggi. Pemujaan kepada Alaatala dalam tradisi kepercayaan asli orang Taman tidak didasarkan pada pewahyuan diri Tuhan dalam sejarah lewat orang-orang pilihanNya , melainkan bertumbuh dari pengalaman hidup, yakni hari-hari gembira dan hari-hari sedih. Dalam kegembiraan dan kesedihannya, orang Taman selalu menyapa Alaatala. Karena dalam hati mereka merasakan adanya kekuatan yang menaungi hal ihkwal insaninya.
Kata-kata untuk memuja dan menjunjung kebesaran dan keagungan Alaatala diucapkan ketika bernasib mujur, mendapat rezeki, atau selamat dari bahaya atau peristiwa kelahiran. Kata-kata mengeluh dan meminta pertolongan diucapkan ketika bernasib sial mendapat penyakit dan tertimpa musibah, bencana alam dan kematian salah seorang anggota keluarga dan lain-lain.
Alaatala diyakini sebagai pencipta dan sumber keselamatan bagi kehidupan manusia. Meskipun demikian, tidak ada bentuk ritual yang secara khusus dilakukan untuk memuja Alaatala sebagai pencipta dan sumber keselamatan bagi manusia tersebut. Pemujaan yang dilakukan hanya berbentuk doa yang diucapkan atau diserukan, namun tidak memiliki rumusan yang pasti. Seruan diucapkan secara spontan, misalnya ketika ada yang mengalami kesulitan hidup, ia mengucapkan kata; O, Alaatala, mondokngo, kamanse’i jajinam. (O, Tuhan Allah, datanglah segera, kasihanilah kami ini).

2. 6. 2. Ritual Penghormatan
Rahasia kehidupan dalam dunia ini dalam pandangan kepercayaan asli tidak dipikirkan secara teoritis ilmiah untuk menyusun suatu tata kosmik. Manusia yang hidupnya masih menjiwai unsur kepercayaan asli, menemukan bahwa hidupnya bergantung dari alam, dan bila ia selaras dengannya hidupnya akan beres. Maka dalam hal ini keselarasan itu ditentukan oleh ritual sebagai bentuk penghormatan kepada penguasa alam.
Dalam tradisi religius orang Taman, Alaatala-lah yang menjadi penguasa atas alam ini, namun yang berperan sebagai perantara antara manusia dengan Alaatala adalah leluhur. Oleh karena itu pemujaan dan penghormatanpun secara istimewa lebih tertuju kepada para leluhur untuk memohonkan keselamatan hidup bagi anak cucu. Penghormatan kepada leluhur dilakukan pula sebagai ungkapan syukur karena mereka telah berhasil menjadi pengantara antara Alaatala dengan manusia yang masih hidup.
Manusia yang hidup, telah mengalami apa yang diharapkan dari Alaatala berkat peran yang dijalankan secara baik oleh para leluhur bagi kehidupan manusia. Upacara Gawa raa merupakan satu dari sekian banyak upacara penghormatan, khususnya untuk menghormati leluhur terkait dengan perannya menyampaikan permohonan keselamatan kepada Alaatala.

2. 7. Kesimpulan
Uraian diatas menegaskan bahwa kepercayaan dan keyakinan tradisional orang Taman bukan pembawaan atau jiplakan dari ajaran-ajaran Hindu, Budha, dll. Kehidupan religiositas orang Taman murni lahir dari konteks kehidupan orang Taman. Kehidupan religius yang bersumber dari kepercayaan asli menjadi dogma dari para leluhur yang dianut turun-temurun. Beragam corak yang melatarbelakangi kepercayaan asli itu oleh orang Taman dijadikan dasar kehidupan religiositasnya. Selanjutnya dibahas mengenai upacara adat Gawai raa yang merupakan identitas kultural dan upacara keselamatan dalam kehidupan religiositas orang Taman.