Kamis, 10 Juni 2010

CINTA KASIH PASTORAL DALAM PERSPEKTIF SPIRITUALITAS MONTFORTAN

Pengantar
Menjadi seorang Montfortan berarti terus berproses, terus bertumbuh dan berkembang tanpa mesti harus berhenti di suatu titik, lantas saya berkata bahwa “kini saya sudah selesai menjadi seorang Montfortan”. Dalam arti ini, kemontfortananku tidak boleh berhenti pada suatu waktu, tempat dan situasi tertentu, akan tetapi terus bergerak dan terus bertumbuh dalam kedewasaan usiaku sebagai seorang Montfortan yang sejati.
Montfortan adalah sebuah gaya hidup yang tidak terlepas pula dari jiwa atau semangat kristiani. Dan semangat hidup ini pun sudah pernah dihayati secara mendalam oleh ikon Montfortan yakni St. Montfort sendiri pada zamannya. Dari sebab itu, untuk bergerak dan maju di jalan hidup kemontfortanan ini, saya pun mesti melihat dan menyelami gaya atau semangat hidup dari St. Montfort sendiri.
Seluruh hidup, karya dan ajaran St. Montfort merupakan suatu peragaan indah injili, dalam arti bahwa apa yang membuat dirinya dikenal sebagai orang kudus tentu tidak pernah terpisah dari jalinan kasih yang mendalam dengan pribadi dan ajaran Yesus sendiri. Ringkasnya, Montfort adalah seorang yang begitu memesonakan Allah dan manusia. Cintanya pada Sang Kebijaksanaan, Yesus Kristus telah menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang sedemikian rupa, sehingga ia tidak bisa menjadi seorang manusia pada zaman ini, sekurang-kurangnya tidak dalam segala-galanya. Dari sebab itu, saya tidak perlu merasa heran bila berhadapan dengan ungkapan-ungkapannya, pikiran-pikiran dan ajaran-ajarannya yang dapat dikatakan sangat kaku, namun sungguh menarik hati bila dihayati dengan sungguh-sungguh.
Setelah sekian tahun saya mempelajari, mendalami dan menghayati spiritualitas hidup Bapa pendiri (St. Montfort), saya mengalami dan merasakan betapa luar biasa tarikan dan luapan semangat hidupnya, yang terus mendorongku untuk menapaki jalan panggilan hidupku. Pada poin ini, saya mengakui bahwa Montfort telah membuat saya terkagum-kagum. Saya tertarik akan hidup, karya dan ajaran-ajarannya. Peziarahan hidupnya sungguh menggugahku untuk memikirkan dan merefleksikan kembali seluruh perjalanan panggilan hidupku dalam Serikat Maria Montfortan. Saya juga menyadari bahwa Montfort telah mengajarkan banyak hal terutama bagaimana saya harus menjalani hidup sebagai Montfortan muda. Namun apakah semua ajaran dan gaya hidupnya sungguh-sungguh telah menjadi bagian hidupku. Inilah yang mau saya renungkan dalam tulisan ini. Pada poin ini, saya diminta untuk menunjukkan: pertama, unsur-unsur spiritualitas yang saya miliki sebagai seorang Montfortan. Kedua, bagaimana aplikasi dari unsur-unsur spiritualitas yang saya hayati dalam praktek cinta kasih pastoral di lapangan secara konkrit. Ketiga, manakah pengalaman-pengalaman di lapangan yang menyadarkan saya dan memperdalam keberakaran saya pada spiritualitas saya (sebagai seorang Montfortan).

I. Unsur-unsur Spiritualitas yang Saya Miliki sebagai Seorang Montfortan
Sebagai seorang Montfortan saya dipanggil untuk menghayati identitas diriku dalam hidup harianku. Ada beberapa poin penting spiritualitas Montfortan yang saya ketahui dan hayati dalam hidupku, antara lain:

1.1. Evangelisasi
Setiap orang Kristen dipanggil untuk menjadi saksi Kristus, demikianlah juga seorang Montfortan dipanggil untuk mewartakan Kristus kepada dunia. Semangat untuk menjadi saksi atau pewarta Kristus sungguh saya hayati sebagai sebuah tugas yang dipercayakan Kristus kepada saya dan semua Montfortan. Demikian juga St. Montfort, dia pun dipanggil untuk menjadi pewarta Kristus. Menjadi pewarta Kristus, yang diharapkannya adalah bahwa Kristuslah yang pertama-tama dan terutama menjadi pusat sasaran pewartaan seorang Montfortan. Dalam arti ini bukan sebaliknya, diri sendiri yang diwartakan.
Spiritualitas Montfortan berakar dalam misteri Yesus, Kebijaksanaan yang menjelma menjadi manusia dan yang datang di tengah-tengah dunia melalui Maria untuk mendirikan Kerajaan Allah. Dalam arti ini, ciri-ciri misioner dan ciri-ciri marial bergandengan tangan. “Inilah ciri-ciri khas serikat anda; inilah sesuatu yang khusus bagi serikat anda… Maria selalu harus ditemukan di tengah, di dalam pusat, pada jantung Gereja yang senantiasa missioner… Dengan demikian serikat anda yang misioner dan sekaligus sedalam-dalamnya berinspirasi marial, memberi ungkapan yang sungguh khas kepada spiritualitas Santo Louis-Marie Grignion de Montfort maupun spiritualitas yang mengalir dari Vatikan II …” (Yohanes Paulus II dalam tatap muka dengan para anggota Kapitel Jenderal 20 Juli 1987).
St. Montfort tidak hanya mewariskan kepada kami (para Montfortan) teladan hidupnya sebagai “Misionaris Apostolik”, tetapi juga suatu spiritualitas dan suatu jalan untuk mencari Kebijaksanaan Abadi yang menjelma menjadi manusia, serta untuk dibentuk kembali menjadi serupa dengan Dia. Upaya untuk mencari dan menikahi Sang Kebijaksanaan yang menjelma, Yesus Kristus inilah yang saya lihat sebagai jiwa yang mendorongnya untuk mewartakan Kristus di tengah-tengah dunia. Pater Jenderal mengatakan bahwa Montfort telah meninggalkan suatu warisan marial, tetapi juga ia mewariskan kepada para Montfortan suatu harta untuk dapat mencari kegiatan-kegiatan kerasulannya yang berani dan penuh resiko, serta dalam pembentukan kembali menjadi serupa dengan Kristus sendiri (bdk. Amanat Pater Jenderal, dalam L’Echo Montfortain, 490).
Cinta kepada Allah saja: mencari Kebijaksanaan untuk hidup menurut semangat Kristus; mengangkat Salib, “kebodohan” itu; penghayatan janji-janji baptis; peranan Maria terhadap umat yang dibaptis dalam proses pembentukan kembali serupa dengan Kristus; kesadaran akan pentingnya Gereja; kegiatan-kegiatan kerasulan yang berani dan penuh resiko; kecenderungan untuk memilih pihak atau orang-orang miskin… semuanya ini merupakan unsur-unsur yang mutlak untuk evangelisasi “ala” Montfort.

1.2. Marial
Menjadi Montfortan itu berarti terus bertumbuh dalam kekudusan yang mau dibentuk oleh Maria, perawan yang setia. Dalam arti ini, seorang Monfortan adalah seorang yang bercorak marial, artinya seluruh hidupnya mesti menampakan semangat atau jiwa Maria. Bagaimana persisnya wujud penghayatan itu?

1.2.1. Membiarkan Diriku Dibentuk oleh Maria, Perawan yang Setia
Pembinaan Montfortan yang saya peroleh selama ini sungguh menghantar saya masuk ke dalam dinamika kesetiaan yang sama yang dihayati oleh St. Montfort. St. Montfort tahu secara luar biasa bagaimana menyambut peranan Bunda Maria sebagai pembimbing dan pemandu di jalan menuju keserupaan dengan Yesus Kristus (bdk. DM 25). Dikatakan bahwa andaikata para Montfortan berguru pada Maria, maka rencana pembinaannya justru menjadi pedoman perjalanan khusus menuju “Pembaktian Diri” Montforttan: kita mempersatukan diri dengan iman murni Maria (BS 214) dan memperoleh kecerdasan budi yang memantulkan keterbukaan yang ramah serta ketaatan Maria terhadap kehendak Allah (bdk. Luk 1:26; Yoh 19:25). Dalam poin ini, para Montfortan diharapkan untuk semakin mengenal dengan lebih baik dan lebih dalam “kerendahan hati” dan “kebijaksanaan Maria”, juga “kebebasan untuk memetik pelajaran dari setiap orang dan setiap kebudayaan, sepanjang hidupnya, dalam setiap usia dan musim, dalam setiap lingkungan dan konteks manusia”. Sebagaimana Yesus bergantung dari Maria untuk kemanusiaan-Nya, demikian juga para Montfortan (saya) bergantung dari Maria untuk mencapai kemanusiaan yang diperbaharui.
Seorang Montfortan adalah seorang yang mau bergantung sepenuhnya kepada Maria, tidak bisa tidak. Ketergantungan inilah yang kalau dihayati dengan sungguh-sungguh, maka akan menghantarnya kepada persatuan yang mesra dengan Yesus, Putranya. Bergantung dari Maria, dalam arti tertentu, memasrahkan seluruh diri kepada penyelenggaraan kebundaannya, bagaimana persisnya? Konkritisasinya cukup sederhana yakni bahwa Montfort mengundang para pengikutnya (para Montfortan) supaya menyerahkan seluruh diri kepada Maria dan hanya dengan cara itu, mereka dibiarkan dibentuk oleh Maria sendiri. Ringkasnya, proses pembinaan seorang Montfortan mencakup di dalamnya suatu penyerahan diri seutuhnya kepada Perawan teramat suci supaya melalui dia, para Montfortan menjadi milik Yesus Kristus sepenuhnya. Dalam arti ini yang ingin diserahkan atau dibaktikan adalah: pertama, badan beserta semua indera dan anggotanya; kedua, jiwa dan seluruh kemampuannya; ketiga, harta lahiriahnya, maksudnya milik duniawinya, baik yang kini maupun yang akan datang; keempat, harta batiniah dan rohaninya, yaitu pahala-pahala, keutamaan-keutamaan dan karya amalnya dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. Dengan kata lain, seorang Montfortan bila ingin bersatu dengan Maria, maka dia mesti memberikan kepada Maria segala sesuatu yang kemudian masih akan diperoleh dalam tata alam, tata rahmat dan tata kemuliaan. Ini semua, menurut St. Montfort diberikan tanpa syarat apapun, entah berupa uang, sehelai rambut atau karya amal yang paling kecil sekalipun dan ini untuk selama-lamanya. St. Montfort mengafirmasi bahwa para Montfortan harus menyerahkan itu tanpa menuntut atau mengharapkan balasan apapun untuk penyerahan dan pelayanan mereka, kecuali kehormatan menjadi milik Yesus Kristus melalui Maria dan di dalam Maria (bdk.BS 121).

1.2.2. Membiarkan Maria Membentuk Saya: memilih ketergantungan sebagai jalan kebebasan
Kontemplasi yang mendalam akan ajakan St. Montfort untuk bersatu dan memasrahkan diri kepada tangan Maria, semakin membantu saya untuk membiarkan diri dibentuk oleh Maria. Hanya dengan demikian, saya (dan para Montfortan lainnya) menjadi pribadi yang tersedia baginya dan transparan terhadapnya sambil mendekatkan diri padanya. Maria “membentuk” para Montfortan bilamana mereka menyerahkan seluruh diri kepadanya bagaikan lilin cair meterai yang siap untuk dicap.
Ketergantungan dari Maria merupakan jalan menuju kebebasan. Makin saya membiarkan diri bergantung sepenuhnya dari Maria dalam hidupku, dan makin saya melakukannya secara konkret, maka saya semakin hidup dalam persatuan dengan Putranya. Dalam arti ini, semangat ketergantungan dari Maria sungguh berperan dalam membentuk diri menjadi hamba dan pelayan Putranya, mengapa demikian? Karena melalui penyerahan diri secara total kepada Maria, seluruh diri saya menjadi milik Yesus Kristus dan menghayati janji-janji Baptis saya secara lebih sempurna.

1.2.3. Belajar untuk Melakukan Segala Tindakan Melalui Maria
Seorang Montfortan dipanggil untuk sungguh-sungguh mau belajar bertindak atau melakukan segala sesuatu melalui Maria. Apa maksudnya? St. Montfort mengatakan bahwa orang yang bertumbuh dalam kemampuannya untuk melakukan segala tindakannya melalui Maria berarti membiarkan dirinya dididik dan dibimbing oleh roh Maria (bdk. BS 258). Menyesuaikan diri pada roh Maria sebetulnya menuntut dari diri seorang Montfortan agar terus menerus “menyangkal diri” dan menolak kecenderungan untuk terpusat pada diri sendiri. Hanya dengan cara inilah seorang Montfortan dijauhkan dari dirinya pendiriannya yang tidak tetap, dari keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan Maria.



1.2.4. Belajar Melakukan Segala Sesuatu Bersama Maria
Sebagai seorang Montfortan yang dipanggil secara khusus menghayati kharisma Bapa Pendiri, St. Montfort, saya dan juga para Montfortan lainnya, diminta dan bahkan didesak oleh St. Montfort untuk melakukan tindakan sehari-hari bersama dengan Maria. Apa maksudnya? Artinya saya memandang Maria sebagai model yang sempurna dari setiap keutamaan dan kesempurnaan yang dibentuk oleh Roh Kudus di dalam seorang yang murni makhluk, agar saya pun dapat meneladaninya sesuai dengan kemampuan saya yang terbatas. Dalam arti ini, St. Montfort mengajak saya untuk menyelidiki: bagaimana Maria telah melakukan ini sekarang atau bagaimana dia akan melakukannya seandainya dia berada di tempat saya? Untuk memahaminya, para Montfortan diajak supaya merenungkan keutamaannya yang luhur, yang ia hayati selama hidupnya, khususnya: pertama, “imannya yang hidup yang membuat dia percaya akan perkataan malaikat tanpa ragu. Dia telah percaya dengan setia dan tekun sampai di kaki salib di Kalvari. Kedua, kerendahan hatinya yang dalam yang membuat dia menyembunyikan diri, berdiam diri, merendahkan diri di bawah segala-galanya, dan selalu mengambil tempat yang terakhir. Ketiga, kemurnian yang sepenuhnya ilahi yang tak pernah ada dan tak pernah akan ada taranya di dunia ini; serta juga segala keutamaannya yang lain” (BS 260).

1.2.5. Belajar untuk Melakukan Segala Sesuatu dalam Maria
Seorang Montfortan dipanggil untuk belajar bertindak dalam Maria. Bertindak dalam Maria membimbingnya kepada kesadaran terus-menerus akan rahmat Allah yang berkarya. Montfort berkata: inilah tempat surga dan bumi bertemu. Tempat penjelmaan Sang Sabda menjadi tempat pengilahian kita. Di tempat inilah kita dijaga dan dipelihara (BS 33). Jika para Montfortan mau menetap di tempat ini, niscaya mereka akan berangsur-angsur bertumbuh akrab dengan Maria dan bertumbuh dalam kesadaran akan kehadiran Yesus dalam diri mereka.
Bertindak dalam Maria dan berdiam di dalam dia, menghantar para Montfortan ke dalam kehadiran Yesus, Sang Kebijaksanaan yang menjadi manusia di dalam Maria, suatu kehadiran yang dirasakan terus-menerus.

1.2.6. Belajar untuk Melakukan Segala Sesuatu Untuk Maria
Hidup untuk Maria, memang agak unik dan menuntut relasi yang mesra dengannya, tidak bisa tidak. Sebagai seorang Montfortan muda, saya tidak hanya dipanggil untuk tahu semangat dan ajaran St. Montfort tentang Maria, tetapi juga mencoba mengintegrasikannya ke dalam hidup saya sehari-hari.
Hidup untuk Maria sungguh merupakan suatu gaya hidup yang lain sama sekali dari pada sekadar mengisi kepala saya dengan pikiran-pikiran saleh. Hidup untuk Maria itu suatu sikap yang menentukan saya atau para Montfortan bagaimana cara bertindak, yang mewarnai setiap hal yang dilakukan, yang mempengaruhi cara kami bergaul dengan sesama dan membimbing kami dalam mendekati umat yang dilayani.

1.3. Kesiapsediaan (Liberos)
Salah satu ciri hidup seorang yang menyebut dirinya Montfortan adalah “siap sedia” dan lepas bebas. Ciri inilah yang diperlukan, diandalkan tatkala saya dan para Montfortan dipanggil dan diutus untuk mewartakan Kerajaan Allah melalui tangan Maria. Hanya dengan kesiapsediaan yang tak menuntut banyak imbalan, saya dan para Montfortan dapat dengan bebas seperti awan yang bergerak mengikuti arah tiupan angin. Dalam arti ini, hal yang paling diperlukan adalah “bebebasan batin” untuk dapat hidup dalam kekaguman dan untuk melaksanakan karya Allah. St. Montfort menulis demikian: “Apa yang kuminta pada-Mu? LIBEROS: Pria dan wanita yang bebas … sesuai dengan kebebasan-Mu…, sama sekali tak lekat hati, tanpa ayah, tanpa ibu, tanpa saudara, tanpa saudari, tanpa sanak keluarga, tanpa persahabatan duniawi, tanpa harta, tanpa masalah dan persoalan, malah tanpa kehendak sendiri … tokoh-tokoh yang sesuai hasrat hati-Mu, yang tanpa dipalingkan atau direm oleh cinta diri siap sedia melaksanakan kehendak-Mu … LIBEROS: Pria dan wanita yang bagaikan awan yang melayang tinggi di atas tanah dan penuh embun dari langit, melayang-layang ke mana-mana menurut arah tiupan nafas Roh Kudus” (DM 7-9).
Kata-kata Montfort ini sungguh mendalam dan benar-benar keluar dari penghayatan hidup baktinya kepada Allah. Kontemplasinya yang mendalam akan Yesus Kristus, mendorongnya untuk hanya memilih sikap hidup lepas bebas, dan siap sedia dalam melayani-Nya. Dan semangat hidup seperti ini sungguh menantang saya dan para Montfortan untuk tidak lagi lekat hati dan menoleh ke belakang bila sudah di tengah jalan dalam melayani umat-Nya.

1.4. Komunitas
Seorang Montfortan yang sejati adalah seorang yang sungguh-sungguh menghayati hidup berkomunitas dengan baik. Dalam arti ini ia perlu memahami dan mengenal apa arti dan tujuan hidup bersama dengan para konfraternya yang lain. Sebagai suatu kumpulan atau laskar Maria (company of Mary), para Montfortan dipanggil untuk tidak bekerja sendiri-sendiri, melainkan berangkat atau bergerak bersama-sama orang lain untuk mewartakan Kabar Gembira Kristus kepada orang-orang miskin. Berdasarkan pembaktian diri sebagai biarawan Montfortan, saya dan para Montfortan lainnya, turut serta dalam perutusan Yesus untuk menyampaikan Kabar Gembira kepada orang-orang miskin. Dalam poin ini, kami melakukannya bersama-sama, sebagai komunitas, siap untuk pergi di mana ada orang yang haus akan air kehidupan. Memang, tidak dapat dipungkiri bahwa para Montfortan tidak datang dari satu daerah dan budaya serta bahasa yang sama, meskipun demikian, mereka (kami) berkumpul bersama di bawah semangat St. Montfort untuk bersedia bekerja bersama-sama sebagai serikat. Montfort berkata demikian: “Kita membentuk sekawanan merpati pembawa damai, sekumpulan burung elang rajawi, sekawanan lebah madu, sekelompok rusa gesit, sekawanan singa pemberani, sepasukan tentara berdisplin tinggi…”. Kata-kata ini sungguh keluar dari dalam cita-cita Montfort (bdk. DM 18, 29) dan cita-cita inilah yang menggerakkan hati ribuan pemuda yang gagah berani untuk bersama-sama mewartakan Injil Kristus dan membangun Kerajaan-Nya di tengah-tengah dunia.

II. Aplikasi dari Unsur-unsur Spiritualitas yang Saya Hayati dalam Praktek Cinta Kasih Pastoral Di lapangan Secara Konkrit:
Secara teori, apa yang disajikan atau dipaparkan di atas mengenai unsur-unsur spiritualitas Montfortan (secara garis besar) cukup menarik dan sungguh idealis. Namun kalau mau ditanyakan bagaimana aplikasi nyata atau pembatinan unsur-unsur tersebut sungguh menantang dan mendewasakan panggilan saya sebagai seorang Montfortan. Berkenaan dengan aplikasi ini, ada beberapa hal yang dapat saya paparkan berikut ini:

2.1. Evangelisasi
Upaya untuk semakin mencintai dan mewartakan Kristus sungguh saya hayati sebagai sebuah panggilan yang luhur. Mengapa demikian? Karena di sini, saya dituntut untuk menghayatinya secara sungguh-sungguh pula. Berkenaan dengan hal ini, saya mencoba berguru pada semangat atau ajaran dari St. Montfort, yakni: Cinta kepada Allah saja: mencari Kebijaksanaan untuk hidup menurut semangat Kristus; mengangkat Salib “kebodohan” itu; penghayatan janji-janji baptis; peranan Maria terhadap umat yang dibaptis dalam proses pembentukan kembali serupa dengan Kristus; kesadaran akan pentingnya Gereja; kegiatan-kegiatan kerasulan yang berani dan penuh resiko; kecenderungan untuk memilih pihak orang-orang miskin… semuanya ini merupakan unsur-unsur yang mutlak untuk evangelisasi “ala” Montfort. Tentang semua unsur-unsur tersebut, saya mencoba sejauh kemampuan saya untuk menghayatinya. Salah satu hal yang dapat saya sebutkan dan sharingkan di sini adalah bagaimana saya berusaha mendekatkan diri kepada orang-orang sederhana di kampung-kampung sambil mewartakan Kristus melalui pelayanan yang saya berikan kepada mereka. Pada awalnya saya cukup kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan pola hidup harian mereka di kampung-kampung. Namun lama-kelamaan juga, setelah beberapa kali mengadakan turne, saya menyadari bahwa jikalau saya tidak menceburkan diri ke dalam dinamika hidup mereka, maka sebetulnya saya sudah membuat jarak dengan mereka, saya sudah memisahkan diri dengan mereka. Padahal kenyataannya, saya mesti dituntut untuk membaur dan mengikuti dinamika hidup mereka. Salah satu contoh sederhana yakni, pergi mandi di sungai (karena tidak ada kamar mandi), tidur di atas tikar bambu, makan-makanan yang mereka siapkan, pergi ke ladang bersama mereka untuk menugal atau membakar ladang, dst. Semua dinamika hidup bersama warga kampung ini saya alami sebagai suatu perjumpaan langsung dengan Kristus sendiri yang juga hadir dalam diri orang-orang yang sederhana. Saya selalu berprinsip bahwa kalau saya mau mengikuti Kristus dari dekat, maka saya pun perlu mengenal dan mengalami langsung kehidupan orang-orang yang sederhana, yang miskin, yang berada di daerah-daerah terpencil seperti beberapa tempat yang sempat saya kunjungi beberapa waktu lalu. Dalam poin ini, saya menyadari bahwa bagaimana saya dapat mewartakan Kristus kalau Dia sendiri tidak dikenal dan didekati. Bagaimana mungkin saya dapat mewartakan Kristus kalau saya hanya duduk tinggal dan berpangku tangan di pastoran. Pengalaman turne ke kampung-kampung sungguh menyadarkan dan membesarkan semangatku untuk terus menapaki hidup panggilanku menjadi seorang misionaris Montfortan.

2.2. Marial
Saya selalu menyadari bahwa kemonfortananku tidak akan berarti apa-apa jikalau saya tidak menampakkan dimensi marial dalam diriku, dalam seluruh dinamika hidup harianku. St. Montfort telah mengajarkan banyak hal tentang Maria, peran dan arti kehadiran atau kepengantaraannya bagi manusia.
Sebagai salah satu wujud atau bukti cintaku pada ajaran St. Montfort tentang menghayati dimensi Marial dalam hidupku, saya berusaha meneruskan atau mempertahankan semangat hidup marial yang telah saya bangun sedari awal. Hal sederhana yang sering saya lakukan adalah (dan juga tatkala berada di Paroki Banua Martinus ini) yakni, menghayati kebajikan-kebajikan Maria: kerendahan hati dan “menyangkal diri” serta menolak kecenderungan untuk terpusat pada diri sendiri. Hanya dengan cara inilah saya menyadari bahwa saya dijauhkan segala keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan Maria. Dengan terus-menerus menyangkal diri (berusaha untuk hidup sederhana, tidak memamerkan diri, santun dalam bertutur kata tatkala bergaul dengan umat, jujur dan dengan tulus berkata apa adanya kepada umat atau orang lain) sungguh saya alami sebagai sebuah kesempatan emas untuk semakin menampilkan dimensi marial dalam hidupku. Selain itu, saya pun mencoba menghayati bagaimana dalam hidup harianku di paroki, saya dapat menerapkan semangat hidup untuk bertindak dan melakukan segala sesuatu secara bersama, dalam dan untuk Maria. Dalam hal ini, hal sederhana yang bisa saya lakukan yakni, setiap kali saya mengadakan kegiatan bersama umat atau tatkala melakukan pekerjaan-pekerjan di pastoran, saat berdoa, saat rekreasi bersama, saat berkunjung ke rumah-rumah umat, saya mencoba membayangkan atau mengkontemplasikan bagaimana Maria pun turut serta atau hadir dalam setiap aktivitas saya tersebut. Hal ini kadang terkesan berlebihan dan mengada-ada, namun saya berusaha menghayati semuanya dalam dan melalui tangan Maria. Artinya saya tidak bertindak atau berjalan sendirian, melainkan selalu bersama dan dalam roh Maria. Memang kadang-kadang saya tergoda untuk tidak menunjukkan sikap-sikap seperti itu dan ini sungguh-sungguh menantang hidupku di lapangan.

2.3. Liberos: siap-sedia / lepas-bebas
Selama saya menjadi Montfortan, saya selalu disegarkan kembali tatkala melihat dan menyelami hidup Montfort sendiri yang memiliki semboyan hidup liberos, siap sedia dan lepas-bebas. Saya sangat terpukau dengan semangat yang satu ini. Semangat atau gaya hidup ini, sungguh menjadi barometer bagi saya dalam melayani umat di Paroki Banua Martinus. Kesiapsediaan yang coba saya tampilkan atau tunjukkan di sini yakni bersedia pergi ke kampung-kampung (saat turne) untuk memimpin ibadat di tempat mereka. Pada hari pertama turne, saya tidak percaya diri dan kuatir dengan perjalanan saya, apalagi saya baru belajar mengendarai sepeda motor. Kegelisahan memang muncul waktu itu, apalagi saya pergi sendirian ke tempat yang jauh, kemudian harus melewati jalan-jalan yang berlubang-lubang dan cukup membahayakan. Namun salah satu kekuatan yang saya miliki untuk bisa menangkal semuanya itu adalah “keberanian” untuk memulai dan mau pergi. Prinsip saya, hanya dengan berani mengatakan “ya” (siap-sedia) sebetulnya saya sudah mengalahkan rasa takut dan gelisah yang ada dalam diri saya. Dan semuanya itu saya lalui dengan penuh ucapan syukur bahwa Tuhan senantiasa menyertai saya dalam setiap kesempatan mengadakan turne.

2.4. Hidup Komunitas
Salah satu hal yang bisa saya sharingkan di sini adalah bagaimana saya dapat belajar hidup bersama dan bekerja sama dengan konfrater saya di paroki. Di paroki ini, saya hidup bersama dengan P. Leba, smm yang adalah Pastor Paroki Banua Martinus. Sebagai seorang Montfortan, kami berdua selalu berusaha semaksimal mungkin untuk menjalani dan menerapkan pola hidup berkomunitas secara efisien, praktis dan menyenangkan. Beberapa kegiatan yang kami lakukan secara bersama, yakni; merayakan Ekaristi bersama, makan bersama (kecuali pagi hari), rekreasi bersama, kerja bersama (opera), membicarakan jadwal turne dan khotbah bersama, dsb. Singkatnya, kami berdua selalu berusaha agar sedapat mungkin segala sesuatu dilakukan dan dihidupi secara bersama-sama, tidak berjalan sendiri-sendiri. Mengapa demikian, karena salah satu aspek yang ditekankan dalam pembinaan Montfortan adalah soal team work (kerja sama dalam team).
Berkenaan dengan aspek komunitas, ini saya mencoba menghayati gaya hidup ini sebaik mungkin tanpa ada perasaan takut, malu dan minder, akan tetapi menjalaninya dengan penuh kegembiraan. Dan semangat inilah yang menjadi kekuatan kami para Montfortan untuk bisa bertahan dalam mewartakan Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia. Gaya hidup yang selalu mementingkan aspek kebersamaan ini, menuntut saya untuk juga selalu “menyangkal diri” dan membuka diri bagi konfrater saya. Karena hanya demikian, segala macam kesulitan dan rintangan dapat diketahui dan diatasi secara bersama-sama pula.


III. Pengalaman-pengalaman Di lapangan yang Menyadarkan Saya dan Memperdalam Keberakaran Saya pada Spiritualitas Montfortan

3.1. Siap-sedia untuk pergi turne (kunjungan umat) ke kampung-kampung
Di sini saya diajak untuk berkorban demi umat yang dilayani, apalagi harus melewati medan (jalan) yang buruk dan berbahaya. Dalam arti ini, saya juga belajar untuk menyangkal diri, belajar untuk mengalami pengalaman sakit dan tentu hal ini tidak mudah bagi siapa saja, hanya orang yang memiliki hati siap sedialah yang dapat melakukan tugas mulia bagi sesamanya.

3.2. Rendah hati dan tidak memamerkan diri sendiri
Sama seperti hati Maria yang mau bersikap rendah hati, saya pun menyadari bahwa tatkala saya menunjukkan sikap ini di hadapan Tuhan dan sesama, sebetulnya di situ, saya sedang menghidupi roh Maria atau semangat Bunda Maria yang mau rendah hati di hadapan Tuhan dan sesamanya. Selain menunjukkan sikap rendah hati, saya pun mencoba menghidupi semangat atau gaya hidup “tidak memamerkan diri”. Dalam hal ini, saya selalu berprinsip bahwa biarkanlah Kristus sendiri yang dilihat dan diimani orang dalam pewartaan saya, biarkanlah Dia menjadi lebih besar dan saya, hambanya menjadi paling kecil. Hanya dengan demikian, sebetulnya saya dapat bertumbuh dalam semangat hidup Montfortan. Hal ini sungguh saya alami dalam kehidupan berpastoral di Paroki Banua Martinus.

3.3. Sederhana dan santun dalam pergaulan
Salah satu pengalaman sederhana yang bisa saya sampaikan di sini adalah bagaimana saya dapat diterima dan disukai umat, yakni bersikap sederhana dan santun dalam pergaulan. Saya menyadari bahwa hanya dengan hidup sederhana dan tidak berlebihan (apalagi di tengah kampung) sebetulnya juga, di situ saya telah masuk dalam gaya hidup umat setempat, yang dalam keseharian mereka senantiasa menampakan semangat kesederhanaan, jujur, lemah-lembut dan menampilkan diri apa adanya, tidak dibuat-buat.

3.4. Bekerja secara bersama-sama (team work)
Salah satu hal lain yang dapat membantu saya untuk bertumbuh dalam semangat spiritualitas sebagai seorang Montfortan adalah menghidupi apa yang disebut dengan team work. Pengalaman bekerja sama (baik dengan Pastor paroki beserta dewan pastoralnya, juga dengan umat) dalam segala hal, sungguh menyadarkan dan membantu saya untuk terus bertumbuh dalam spiritualitas Montfortan.

3.5. Lepas-bebas
Salah satu hal yang tidak luput dari perhatian saya adalah semangat lepas-bebas, tidak terikat dan tidak mau menetap, akan tetapi terus bergerak dan berpindah-pindah. Semangat ini cukup membantu saya tatkala saya mulai merasa nyaman di suatu kampung (saat turne), saya berusaha untuk tidak tinggal terus di tempat tersebut, melainkan pergi ke tempat lain (kampung lain) dengan hati yang bebas, tanpa harus mengingat terus kenangan indah di tempat sebelumnya. Hanya dengan cara yang sederhana ini, sebetulnya saya sudah menghayati semangat hidup St. Montfort yang tidak mau mencari kemapanan dan kenyamanan dalam hidupnya. Dan hal ini telah ditunjukkannya dengan terus mengadakan misi keliling di kampung-kampung, di wilayah Perancis Barat.

Penutup
Demikianlah laporan I ini yang dapat saya sampaikan. Atas kekurangan dan keterbatasan refleksi saya, dari hati yang paling dalam, saya mohon maaf dan kiranya laporan ini dapat menjadi sarana pembelajaran bagi hidup dan karya panggilan saya. Akhirnya, saya ucapkan limpah terima kasih atas perhatian dan kerja sama yang Romo berikan.

Tidak ada komentar: